Saham Terboncos Sepanjang 2022, Ada 3 Bank Digital

Market - M Malik Haknuh, CNBC Indonesia
28 December 2022 14:40
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5% ke level 4.891. Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham siang ini. Foto: Agung Pambudhy

Jakarta, CNBC Indonesia - Senada dengan tingkat ekonomi Indonesia yang masih stabil sepanjang tahun ini. Berdasarkan data statistik BEI, performa IHSG berada diperingkat pertama dengan tingkat return 5,01% jika dibandingkan dengan performa indeks-indeks saham Asia yang masih tercatat menurun sejauh ini seperti Shanghai Composite Index (SSEC) di China, Nikkei 225 Index (NI225) di Jepang, dan Hang Seng Index (HIS) di Hongkong. Yang turun masing-masing -14,95%, -8,14%, dan -16,26%.

Kendati demikian, di tengah ratusan saham yang diperdagangkan dalam Indeks Harga Saham Gabungan yang masih mencatatkan kinerja positif ada saham yang malah menjadi membuat investor nya rugi puluhan persen jika menyimpan saham-saham boncos ini sejak awal tahun hingga penghujung akhir tahun ini.

Penurunan saham ini pun bukan tanpa alasan, ada beberapa karena manajemen yang tidak mampu mengelola dengan baik beban pengeluarannya sehingga tidak mampu mencatatkan laba bersih yang diharapkan kemudian investor tidak minat dengan sahamnya dan menyebabkan penurunan harga saham dan ada juga saham yang ditinggal investor karena harga sahamnya sudah kemahalan atau overvalued, berikut daftar nya:

menariknya jika kita perhatikan tabel saham terboncos di atas, terdapat 3 digital-bank (bank digital) yaitu ARTO, AGRO, dan BBYB yang masuk daftar saham paling dihindari investor karena alih-alih memberi keuntungan saham digi-bank ini malah mengakibatkan capital loss atau kerugian yang disebabkan oleh penurunan selisih harga saham.

Misal, jika investor membeli ARTO di awal tahun 2022 ini sebesar Rp 10 juta maka uang investor yang tersisa di akhir-akhir tahun ini hanya tersisa sekitar 2 juta dengan penurunan harga saham ARTO mencapai 78%.

Lebih lanjut mengenai performa buruk bank digital di tahun ini didorong karena valuasi nya yang sudah overvalued atau sederhana nya harga sahamnya sudah terlalu mahal sehingga menyebabkan penurunan harga saham seiring juga dengan prospek saham digital yang masih belum dapat meyakinkan investor karena masih mencatatkan kerugian seperti BBYB.

Kemudian suku bunga acuan yang terus naik pun menjadi tantangan khusus bagi bank digital dalam mengakuisisi nasabah melalui tingkat bunga deposito yang lebih tinggi karena harus bersaing dengan bank konvensional, hal ini tercermin tingkat Current Account Saving Account (CASA) atau rasio dana murah bank digital yang rendah sehingga dapat meningkatkan beban bunga perusahaan.

Beban pengeluaran bank digital yang semakin meningkat sejalan dengan investasi yang dilakukan untuk aset ekosistem digital perseroan pun masih butuh waktu bertahun-tahun sehingga dapat berkontribusi terhadap bottom line atau laba bersih yang maksimal dengan penyesuaian beban operasi yang semakin optimal.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Masih Rugi, Bank Neo Commerce Jajaki Rights Issue


(M Malik Haknuh/mak)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading