Cuan Dagang 31 Bulan, RI Harusnya Banjir Dolar AS 609 Miliar

Maesaroh, CNBC Indonesia
23 December 2022 13:20
Bongkar Muat Batu Bara
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia membukukan surplus selama 31 bulan beruntun dengan nilai ekspor menyentuh US$ 609,1 miliar atau lebih dari Rp 9.500 triliun. Namun, posisi cadangan devisa (cadev) justru tidak bergerak jauh di kisaran US$ 130-140 miliar pada rentang 31 bulan tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia membukukan surplus sejak Mei 2020 hingga November 2022.

Pandemi Covid-19 memang ikut membantu terjadinya surplus karena impor terjun bebas. Rata-rata nilai impor Indonesia sebelum pandemi tercatat di kisaran US$ 14,3 miliar per bulan dan sedikit melandai ke kisaran US$ 11,8 miliar pada 2020. Namun, impor sudah naik drastis ke kisaran US$ 19,8 miliar pada tahun ini.

Sementara itu, rata-rata nilai ekspor sebelum pandemi tercatat US$ 13,9 miliar dan turun tipis menjadi US$ 13,6 miliar pada 2020..Rata-rata nilai ekspor langsung melejit US$ 24,4 miliar pada 2022.

Sejak pertengahan 2021, Indonesia mencetak rekor ekspor beberapa kali, termasuk pada Agustus dan November 2021 yang masing-masing tercatat US$ 21,4 miliar dan US$ 22,85 miliar.

Catatan lebih impresif terjadi pada tahun ini di mana ekspor melesat hingga rekor ekspor pecah beberapa kali. Pada April 2022, ekspor Indonesia untuk pertama kalinya menembus US$ 27,32 miliar. Nilai ekspor kembali pecah rekor pada Agustus 2022 yakni sebesar US$ 27,86 miliar.

Lonjakan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina membuat Indonesia mendapat durian runtuh dari batu bara hingga minyak sawit mentah. 

Pada periode panjang surplus tersebut, bahan bakar mineral yang didominasi batu bara menjadi penopang utama ekspor. Pada periode Mei 2020-November 2022, ekspor bahan bakar mineral menembus US$ 93,52 miliar atau 15% dari total.

Disusul kemudian dengan minyak lemak dan minyak hewan/nabati yang didominasi minyak sawit mentah. Ekspor komoditas tersebut mencapai US$ 79,88 miliar atau 13% dari total ekspor.

Besarnya nilai ekspor dari komoditas batu bara dan minyak sawit mentah inilah yang membuat Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengajak eksportir, di sektor Sumber Daya Alam (SDA) untuk menaruh Devisa Hasil Ekspor (DHE) mereka di dalam negeri demi memperkuat nilai tukar.

Terlebih, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat eksportir di sektor pertambangan paling banyak melakukan pelanggaran pelaporan DHE.

"Mari apa yang kita hasilkan dan dapatkan dari bumi negeri ini kita gunakan untuk stabilkan ekonomi negeri dan kemakmuran Indonesia," tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (22/12/2022).

Namun, rekor ekspor demi ekspor tidak membuat cadev melonjak. Pada Agustus dan September 2021, cadev memang mencetak rekor dua bulan beruntun. Pada akhir Agustus 2021 tercatat US$ 144,78 miliar sementara pada September 2022 senilai US$ 146,9 miliar.

Sebagai catatan, pada periode tersebut belum ada tren kenaikan suku bunga global sehingga deposito dolar Amerika Serikat (AS) di perbankan Singapura masih rendah yakni di kisaran 0%.
Cerita berbeda terjadi pada tahun ini. Rekor surplus yang terjadi pada April dan Agustus 2022 tidak berimbas ke cadev.

Saat ekspor mencetak surplus pada April dan Agustus, cadev justru anjlok. Posisi cadev per akhir April 2022 tercatat US$ 135,7 miliar atau turun dibandingkan Maret (US$ 139,1 miliar).

Pada akhir Agustus 2022, cadev tercatat  US$ 132 miliar atau tidak bergerak dari Juli.

Jika menilik posisi cadev per Desember 2021 yang tercatat US$ 144,9 miliar maka pada tahun ini cadev sudah terkuras US$ 10,9 miliar. Padahal, surplus neraca perdagangan Januari-Oktober 2022 menembus US$ 45,52 miliar.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode 2019. Posisi cadev per Desember 2019 mencapai US$ 129,18 miliar atau naik US$ 8,48 miliar sepanjang tahun tersebut.

Neraca perdagangan pada 2019 tercatat defisit sebesar US$ 3,2 miliar.

Banyaknya DHE yang diparkir di luar negeri disinyalir menjadi salah satu penyebab mengapa lonjaka ekspor tidak berdampak signiikan ke cadev.  Bunga deposto yang lebih tinggi di Singapura membuat banyak DHE Indonesia diparkir di negara tersebut.

Perbandingan bunga deposito di bank Indonesia dan SingapuraFoto: Bahana Sekuritas
Perbandingan bunga deposito di bank Indonesia dan Singapura

 

Secara aturan, Indonesia memang belum bisa memaksa eksportir untuk menahan DHE nya dalam jangka waktu tertentu atau mengkonversi dolar mereka.

Aturan yang ada hanya meminta eksportir untuk melaporkan dan memasukkan DHE ke bank dalam negeri. Tidak ada kewajiban untuk menahannya dalam jangka waktu tertentu sehingga DHE bisa keluar dengan cepat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular