China Beraksi-Eropa Libur, Harga Batu Bara Diramal Menurun

Maesaroh, CNBC Indonesia
19 December 2022 06:35
Bongkar Muat Batu Bara
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara diproyeksi melemah pada pekan ini sejalan dengan melandainya permintaan dari Eropa.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (16/12/2022), harga batu bara kontrak Januari di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup melemah 1,2% ke posisi US$ 372 per ton.

Dalam sepekan, harga batu bara turun 2,6%. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara masih melonjak 17,7% sementara dalam setahun masih melesat 107,7%.



Tingkat produksi China yang melonjak membuat batu bara merosot pada pekan lalu. Tiongkok memproduksi batu bara sebanyak 390 juta ton pada November, setara dengan 13,04 juta ton per hari ini. Capaian ini melewati rekor sebelumnya yakni 12,89 juta per hari pada September 2022.

Sementara itu permintaan dari Eropa diproyeksi melemah karena Benua Biru akan memasuki libur panjang Hari Raya Natal.  Pada periode tersebut, pabrik, sekolah, bar, kantor, dan toko banyak yang akan menghentikan operasi sehingga permintaan listrik diperkirakan menurun.

Menurunnya penggunaan listrik dipastikan berdampak pada permintaan terhadap sumber energi seperti gas dan batu bara.

Selain menurunnya aktivitas ekonomi, musim dingin yang tidak sedingin pada tahun-tahun sebelumnya juga diperkirakan akan mengurangi penggunaan pemanas ruangan.

Kondisi ini akan mengurangi besarnya permintaan energi selama musim dingin.

Dilansir dari Bloomberg, suhu di sebagian besar wilayah Eropa akan mulai menghangat kembali setelah membeku pada pekan lalu. Namun, suhu di Inggris dan sejumlah wilayah Nordik justru akan turun.

Suhu di Inggris dan Swedia akan berada di bawah kondisi normal dibandingkan Natal pada tahun-tahun sebelumnya.

Suhu Kota Manchester di Inggris kemungkinan lebih dingin 4 derajat Celcius di bawah rata-rata Natal sebelumnya. Sementara itu, suhu di Stockholm, Swedia, di bawah 4,7 deracat Celcius dibandingkan suhu rata-rata Natal tahun sebelumnya.

Di wilayah Nordik, suhu terendah diproyeksi akan dialami oleh Oslo, Norwegia, yakni di bawah 7,5 derajat Celcius.

Sebaliknya, negara Eropa Selatan kemungkinan akan menghadapi libur Natal dengan suhu yang lebih hangat. Suhu di kota Roma diperkirakan lebih hangat di 2,1 derajat Celcius dibandingkan rata-rata Natal tahun sebelumnya.

Dengan kondisi yang lebih hangat serta menurunnya aktivitas ekonomi selama Natal maka kekhawatiran pasokan gas dan batu bara sedikit mereda.
Kondisi ini yang membuat harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) ditutup anjlok 17% pekan lalu menjadi 115,45 euro per megawatt-jam (MWh).

Rata-rata pasokan gas di Eropa kini berada di angka 92,5% kapasitas.

Sementara itu, pasokan batu bara di Pelabuhan Amsterdam, Antwerp, dan Rotterdam juga meningkat 6% pada akhir pekan lalu menjadi 6,24 juta ton.

Konsumsi batu bara pada periode Natal mungkin akan menurun tetapi secara keseluruhan penggunaan batu bara pada tahun ini sangat tinggi. 

Badan Energi Internasional Amerika Serikat (EIA) memperkirakan konsumsi batu bara global akan meningkat 1,2% pada 2022 menjadi 8,025 miliar ton. Jumlah tersebut melewati rekor tertingginya yang tercatat pada 2013 yakni 7,997 miliar ton.

Konsumsi melonjak tajam karena sejumlah faktor, Di antaranya adalah lonjakan harga gas di Eropa yang membuat batu bara dicari sebagai sumber energi alternatif yang murah.

Faktor lainnya adalah gelombang panas dan kekeringan di beberapa negara, seperti China, yang membuat permintaan batu bara naik. Permintaan naik karena penggunaan listrik meningkat serta anjloknya produksi listrik dari pembangkit listrik.

Anjloknya produksi listrik dari pembangkit nuklir juga menjadi penyebab melonjaknya konsumsi batu bara. Produksi listrik dari pembangkit nuklir pada tahun ini anjlok karena banyaknya pembangkit yang menjalani perawatan teknis, terutama di Prancis.

"Konsumsi batu bara global akan mencapai puncak pada 2022 dan akan berada di level yang sama pada beberapa tahun ke depan jika tidak ada upaya untuk beralih ke energi yang lebih rendah karbon," tulis EIA dalam laporannya.

Pada tahun ini, peningkatan permintaan terbesar datang dari India yakni sekitar 7% atau bertambah 70 juta ton. Uni Eropa ada di urutan kedua dengan kenaikan impor sebesar 29 juta ton atau naik 6% serta China meningkat 18 juta ton atau 0,4%.  Sebaliknya, konsumsi batu bara di Amerika Serikat turun 31 juta ton atau 6%.

"Penggunaan sumber energi fosil di tingkat global akan mencapai puncaknya. Penggunaan batu bara mungkin akan menurun tetapi tidak sekarang tutur direktur pasar dan keamanan energi IEA Keisuke Sadamori, dikutip dari Reuters.

EIA memperkirakan produksi listrik dari pembangkit batu bara akan menembus 10,3 terrawat pada tahun ini, yang merupakan rekor tertingginya.

Permintaan batu bara untuk sektor kelistrikan diproyeksi naik rata-rata 2,8% per tahun pada 2022-2025. Permintaan baru stagnan setelah 2025.

EIA juga memperkirakan produksi batu bara akan melonjak 5,4% menjadi 8,3 miliar pada tahun ini, Jumlah tersebut adalah yang tertinggi sepanjang sejarah.

Tiga produsen utama dunia yakni China, India, dan Indonesia diperkirakan akan mencatatkan rekor produksi pada tahun ini
Namun, keterbatasan investasi membuat produksi batu bara akan melandai.
 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular