Arah Kebijakan BI Hadapi Ekonomi Kacau Balau 2023 & 2024

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
30 November 2022 15:05
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo Saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022. (Tangkapan Layar via Youtube Bank Indonesia)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo Saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022. (Tangkapan Layar via Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Perry Warjiyo telah mengumumkan arah kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi tekanan ekonomi global pada 2023 hingga 2024. Dia memastikan arah kebijakan utama BI itu pada tahun mendatang adalah mendukung stabilitas atau pro stability.

Ini akan diterjemahkan ke dalam arah kebijakan moneter ke depannya. Terutama dengan konsisten melanjutkan respons kebijakan suku bunga yang terukur, perencanaan yang matang, hingga dikomunikasikan secara transparan.



Besaran dan waktu respons kebijakan suku bunga tersebut, menurut Perry ke depannya akan didasarkan pada perkembangan ekspektasi inflasi dan inflasi inti, dibandingkan dengan perkiraan awal dan sasaran yang akan dicapai.

"Dengan berlanjutnya gejolak global, kebijakan moneter tetap akan diarahkan ke stabilitas atau prostability," kata Perry dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center, Rabu (30/11/2022)

Secara spesifik, Perry menyatakan, kebijakan moneter pada tahun depan juga akan diarahkan untuk stabilisasi rupiah dengan memanfaatkan tiga instrumen yang telah ada dan itu juga akan terus dioptimalkan. Diantaranya intervensi di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta transaksi SBN di pasar sekunder sambil menjaga kecukupan cadangan devisa.



Menurut Perry, BI ke depannya akan terus melanjutkan penjualan SBN tenor jangka pendek dan pembelian SBN jangka panjang di pasar sekunder jika diperlukan. Terutama ini untuk menjaga imbal hasil SBN agar tetap menarik dan mendorong masuknya investasi portofolio sehingga rupiah bisa terus stabil.

Selain kebijakan moneter yang akan difokuskan untuk mendukung stabilitas, Perry menekankan, BI masih memiliki empat instrumen kebijakan lain yang akan diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tahun depan atau yang disebut dengan pro growth.

"Kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi keuangan syariah akan diarahkan mendorong pertumbuhan ekonomi," ucap Perry.

Khusus untuk kebijakan makroprudensial yang akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Perry mengatakan, di antaranya dengan memperlonggar kebijakan yang bisa mendorong kredit perbankan bagi dunia usaha. Misalnya seperti melanjutkan kebijakan yang muka 0% untuk kredit properti dan kendaraan bermotor.



Selain itu, kebijakan untuk giro wajib minimum (GWM) kata dia akan ditingkatkan untuk mendorong bisnis sektor prioritas, termasuk melalui kredit usaha rakyat (KUR), usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta ekonomi keuangan hijau.

Adapun untuk kebijakan sistem pembayaran yang ditujukan mendorong perekonomian, akan BI lakukan dengan terus melanjutkan pengembangan digitalisasi sistem pembayaran berdasarkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang satu bahasa, satu bangsa dan satu nusa.

"Terus didorong untuk mengakselerasi integrasi ekonomi dan keuangan digital, kerja sama sistem pembayaran antarnegara, serta tahapan pengembangan Digital Rupiah sebagaimana white paper yang juga diluncurkan pada penyelenggaraan PTBI 2022," tutur dia.

Sedangkan kebijakan pendalaman pasar uang akan diarahkan untuk mengakselerasi pendalaman pasar uang dan pasar valas sesuai Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025.

"Untuk memperkuat efektivitas operasi dan transmisi kebijakan, pembangunan pasar uang yang modern dan berstandar internasional, serta pengembangan instrumen pembiayaan termasuk pengembangan keuangan berkelanjutan," kata Perry.



Terakhir, kebijakan ekonomi keuangan inklusif dan hijau akan diarahkan untuk memperluas cakupan kepada UMKM hingga ekonomi keuangan syariah. Ini akan dikembangkan melalui digitalisasi serta perluasan akses pasar domestik dan ekspor.

"Lima arah kebijakan Bank Indonesia tersebut akan diperkuat dengan koordinasi erat bersama Pemerintah Pusat dan Daerah serta mitra strategis melalui TPIP dan TPID, serta GNPIP di berbagai daerah untuk mendukung pengendalian inflasi," ucap Perry.

Dengan berbagai langkah ini Perry memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3%, dan akan terus meningkat menjadi 4,7-5,5% pada 2024 didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Sementara itu, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) diprakirakan menurun dan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024, dengan inflasi inti akan kembali lebih awal pada paruh pertama 2023.

"Seiring dengan tetap terkendalinya inflasi harga impor atau imported inflation dengan nilai tukar Rupiah yang stabil dan respons kebijakan moneter yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking," tutur Perry.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan Terbaru BI Soal Dunia: AS & India Cerah, China Makin Gelap

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular