CNBC Indonesia Research

Suku Bunga Acuan Naik, Sektor Properti Apa Kabar?

Tim Riset, CNBC Indonesia
22 November 2022 12:35
show unit rumah DP Rp 0 di Klapa Village, Jakarta Timur, Jumat (2/8/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: show unit rumah DP Rp 0 di Klapa Village, Jakarta Timur, Jumat (2/8/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di sepanjang tahun 2022, kinerja keuangan emiten properti kembali menunjukkan tajinya. Namun, mayoritas kinerja sahamnya masih ambles. Lantas, bagaimana prospek ke depan?

Melansir laporan keuangan sejumlah emiten properti ternama di Tanah Air, menunjukkan kinerja keuangan yang ciamik. Diantaranya seperti PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang berhasil meraih lonjakan 72,8% pada laba bersih menjadi Rp 1,38 triliun di kuartal III-2022 dari periode yang sama tahun lalu di Rp 800 miliar.

Jika dirinci, pendapatan PWON terbagi dalam dua segmen, yakni pendapatan dari kontrak dengan pelanggan dengan total Rp 3,31 triliun, serta sisanya disumbang dari pendapatan sewa ruangan dan apartemen servis senilai Rp 1,17 triliun.

Emiten properti PT Ciputra Development Tbk (CTRA) juga berhasil mengantongi laba bersih sebesar Rp 1,51 triliun, melesat 50,5% dibandingkan kuartal III-2021 di Rp 1,01 triliun. Sejalan dengan tumbuhnya laba, pendapatan perseroan juga naik 8,69% menjadi Rp 7,22 triliun yang didominasi oleh penjualan kavling, hunian, ruko, serta penjualan gedung kantor.

CTRA berhasil mencetak pendapatan pra penjualan atau marketing sales senilai Rp6,5 triliun selama periode kuartal III-2022. Angka tersebut setara dengan 79% dari target perseroan tahun ini yang sebesar Rp7,8 triliun.

Per September 2022, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga berhasil membukukan laba bersih senilai Rp 309,67 miliar, meroket 81,69% dari kuartal III-2022 di Rp 170,44 miliar. Mengutip laporan keuangan, pendapatan perseroan juga naik 11,13% menjadi Rp 4,21 triliun dari sebelumnya senilai Rp 3,78 triliun. Kenaikan pendapatan tersebut ditopang oleh pendapatan dari segmen pengembangan properti yang tercatat hingga Rp 2,66 triliun.

Corporate Secretary Summarecon Agung Jemmy Kusnadi mengatakan hingga per September tahun ini, capaian marketing sales SMRA mencapai Rp 3,5 triliun atau setara dengan 70% dari target marketing sales yang ditetapkan perseroan ini sebesar Rp 5 triliun.

Sementara, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) selama sembilan bulan pertama tahun ini, berhasil meraih laba bersih senilai Rp 106 miliar atau berbalik positif dibanding per kuartal III-2021 yang mencatatkan rugi bersih senilai Rp 138,96 miliar.

Pendapatan melonjak 55,37% secara tahunan menjadi Rp 2,75 triliun dari Rp 1,77 triliun pada kuartal III-2021.

PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) membukukan pendapatan usaha senilai Rp 7,14 triliun, meroket 38,37% dari pencapaian tahun lalu di Rp 5,16 triliun. Penopang pendapatan dikontribusi dari segmen penjualan, di mana berkontribusi 78,15% atau setara dengan Rp 5,58 triliun yang terdiri dari penjualan tanah dan bangunan Rp 5,02 triliun, serta tanah dan bangunan strata tutle senilai Rp 553,55 miliar.

Namun, laba perseroan turun 1,33% dibandingkan kuartal III-2021 dengan raihan mencapai Rp 918,3 miliar.

Emiten

Pendapatan

% perubahan

Laba Bersih/Rugi

% perubahan

Kuartal III-2022

Kuartal III-2021

Kuartal III-2022

Kuartal III-2021

PWON

4490

3780

18,78%

1380

800

72,80%

BSDE

7140

5160

38,37%

0,918

0,930

-1,33%

CTRA

7220

6640

8,69%

1520

1010

50,50%

SMRA

4210

3780

11,13%

0,309

0,170

81,69%

ASRI

2745

1770

55,37%

0,106

-0,139

176%

Lantas, bagaimana kinerja saham emiten properti tahun ini?

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), secara year to date, indeks sektoral properties & real estate terkoreksi 10,44% dan menjadi indeks sektoral yang tertekan paling tajam setelah sektor teknologi.

Hal tersebut juga tercermin dari kinerja mayoritas saham emiten-emiten properti di sepanjang tahun ini yang masih terkoreksi. Hingga pada perdagangan Selasa (22/11/2022) pukul 10:20 WIB, SMRA menjadi emiten yang melemah paling tajam sebesar 32,93%. Disusul oleh BSDE dan PWON yang terkoreksi masing-masing sebesar 9,41% dan 4,31%. CTRA juga tergelincir 1,55% di sepanjang tahun ini.

Sedangkan, ASRI menjadi satu-satunya emiten yang masih berada di zona positif di sepanjang tahun ini. ASRI sukses menguat 4,94%.

Saham

1D

1W

1M

3M

YTD

PWON

0,91%

-2.2%

0.00%

-11,2%

-4,31%

BSDE

1,1%

-2,14%

1,1%

-3,17%

-9,41%

CTRA

0,53%

-1,04%

3,24%

-0,52%

-1,55%

SMRA

0,00%

-0,89%

-6,72%

-8,94%

-32,93%

ASRI

-0,58%

0,00%

-0,58%

-2,3%

4,94%

Apa saja tantangan sektor properti ke depannya? simak di halaman selanjutnya

Tahun ini, sektor properti kembali menggeliat tercermin pada kinerja emiten-emitennya. Namun, para pelaku pasar perlu mencermati berbagai tantangan pada sektor ini ke depannya.

Salah satunya yakni, potensi kenaikan suku bunga acuan lanjutan oleh bank sentral utama dunia dan Bank Indonesia (BI) yang dapat menjadi katalis negatif.

Berdasarkan catatan, BI dalam empat bulan terakhir telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin (bps) dan mengirim tingkat suku bunga BI menjadi 5,25% pada November 2022. Kenaikan tersebut menjadi kenaikan yang paling agresif sejak 2005 silam atau 17 tahun lalu saat pertama kali BI memperkenalkan kebijakan moneter sebagai kerangka Inflation Targeting Framework (ITF) pada 1 Juli 2005.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengemukakan keputusan BI menaikkan bunga acuan hingga 175 bps untuk menjangkar ekspektasi inflasi yang mulai mengkhawatirkan imbas dari situasi dunia yang semakin tidak menentu.

"Kami bagaimana sesegera mungkin inflasi inti di bawah 4%, d bawah paruh pertama. Tahun depan, semua parih kedua kami majukan dan sekaligus menurunkan ekspektasi inflasi yang masih tinggi," kata Perry dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Senin (21/11/2022).

Perry menegaskan, bauran kebijakan moneter yang ditempuh BI saat in menyasar untuk menciptakan stabilitas serta mengendalikan inflasi yang berasal dari barang impor yang memang tergantung permintaan.

Ditambah lagi, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksikan akan kembali menaikkan suku bunga acuannya pada 14 Desember 2022. Jika mengacu pada FedWatch, sebanyak 75,8% analis memprediksikan bahwa Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 50 bps dan mengirim tingkat suku bunga Fed menjadi 4,25%- 4,5% di akhir tahun ini.

Jika Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya, bukan hal yang tidak mungkin jika BI juga akan mengekor bank sentral dunia tersebut untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya demi menjaga nilai tukar rupiah agar tidak terlalu tertekan terhadap dolar AS.

Kenaikan suku bunga acuan tersebut tentunya berdampak negatif untuk sektor properti karena dapat meningkatkan suku bunga pinjaman khususnya KPR dan berpotensi menurunkan permintaan terhadap properti.

Selain itu, berakhirnya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) pada September 2022 lalu turut menjadi beban pada sektor properti.

Selama ini, besaran diskon PPN DTP yang berlaku yakni 50 persen atas penjualan rumah maksimal Rp 2 miliar dan 25 persen untuk penjualan di atas Rp 2-5 miliar. Padahal, insentif tersebut dinilai cukup efektif untuk mendorong percepatan pemulihan sektor properti tahun ini.

Selanjutnya, Indonesia akan memasuki tahun politik tahun depan sebab ada pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum Presiden pada 2024. Tahun politik dikhawatirkan banyak pembeli menyurutkan investasi, termasuk di sektor properti. Sebab, investor dan pembeli properti akan cenderung wait and see terkait arah politik ke depan.

Di sisi lain, sektor properti masih diberikan kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk KPR pembiayaan properti hingga 31 Desember 2023. Artinya, seluruh kebutuhan dana dalam memperoleh kredit properti ditanggung oleh bank, konsumen tidak perlu membayar uang muka. Sehingga, harapannya kebijakan pelonggaran tersebut masih dapat menjaga permintaan properti hingga tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular