Bedah Kebijakan BI: Suku Bunga Acuan Naik 1,75% Dalam 4 Bulan

Maesaroh, CNBC Indonesia
17 November 2022 17:45
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Acara Press Conference - 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) melanjutkan kebijakan moneter agresifnya. Setelah menaikkan suku bunga acuan masing-masing sebesar 50 basis points (bps) pada September dan Oktober, BI pada hari ini kembali menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25%.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada hari ini juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00%.

Dengan demikian, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 175 bps pada tahun ini, masing-masing 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November.

Kenaikan bunga acuan sebesar 50 bps juga sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, delapan lembaga memperkirakan kubu MH Thamrin akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps sementara enam lembaga memproyeksi kenaikan sebesar 25 bps.

Gubernur BI Pery Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga acuan merupakan langkahfront loaded, pre-emptive, danforward lookinguntuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi.

Inflasi inti mencapai 3,31% (year on year/yoy) pada Oktober 2022. Perry berharap BI inflasi inti kembali ke dalam sasaran 2-3% pada paruh pertama 2023. Dia menambahkan inflasi umum tahun ini kemungkinan ada di kisaran 5,6%, lebih rendah dibandingkan proyeksi awal di kisaran 6,3%.

"(Kenaikan juga untuk) memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," tutur Perry, dalam konferensi pers hasil RDG November, Kamis (17/11/2022).

Perry menjelaskan dolar AS melambung setelah bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) memberlakukan kebijakan ketat pada tahun ini. The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan mereka (The Fed Fund Rate/FFR) sebesar 375 bps menjadi 3,75-4,00% pada Oktober.

"Kami memperkirakan puncak FFR sebesar 5% pada kuartal I 92023) dan tentu saja kita perkirakan itu akan menjadi turning pointnya," tutur Perry.


Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan BI masih akan agresif karena mengikuti kebijakan ketat The Fed. BI kemungkinan baru akan melonggarkan kebijakan jika FFR sudah berada di kisaran 4,75-5,00%.

"(Kemungkinan agresif) Ada lagi di Desember nanti. Tergantung dari reaksi market. Kami memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga hingga 6,25%," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.

Irman menambahkan BI juga masih akan mengerek suku bunga secara agresif karena volatilitas rupiah diperkirakan akan meningkat jika The Fed kembali mengerek suku bunga acuan.

The Fed akan menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Desember mendatang. "Inflasi terus melandai jadi ini adalah momentum yang tepau bagi BI untuk menggunakan kemampuannya untuk mengembalikan rupiah ke level fundamentalnya," imbuh Irman.

Sebagai catatan, inflasi Indonesia melandai ke 5,71% (yoy) pada Oktober 2022, dari 5,95% pada September. Merujuk data Refinitiv, rupiah terpuruk sejak Oktober bahkan sempat melemah 0,51% pada pekan pertama November 2022.

Dalam sepekan terakhir, rupiah sebenarnya sudah menguat sebesar 0,2% terhadap dolar AS.  Namun, nilai tukar rupiah masih jauh lebih lemah dibandingkan pertengahan September yang masih di kisaran Rp 14.000.

Sementara itu, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan BI hanya akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Desember mendatang.  BI7DRR akan berada di level 5,50% pada akhir 2022.  Salah satu faktor kenaikan BI7DRR lebih rendah pada Desember adalah melandainya inflasi.

"Dari faktor eksternal, kemungkinan FFR juga mulai dinaikkan dengan rate yang lebih rendah atau di bawah 75 bps," ujar Faisal.

Bank Mandiri memperkirakan suku bunga acuan BI akan naik hingga ke level 5,75% pada 2023.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan BI seharusnya tidak perlu seagresif saat ini. Pasalnya, inflasi sudah jauh terkendali. Real interest rate antara Surat Berharga Negara dengan US Treasury juga sudah berada level historisnya yakni sekitar 3%. The Fed kemungkinan juga akan mulai melonggarkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga di bawah 75 bps pada Desember.

"Tampaknya BI pengen memastikan imbal hasil di Indonesia jauh lebih menarik sehingga rupiahnya diharapkan lebih aman," tutur Damhuri.

TIM RISET CNCB INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular