Newsletter

Wall Street Merah, IHSG Tunggu Booster Data Neraca Dagang

Feri Sandria, CNBC Indonesia
15 November 2022 06:09
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC IndonesiaAwal pekan ini, pasar keuangan Tanah Air Indeks ramai-ramai berakhir di zona merah. Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah nyaris 1%. Rupiah gagal menjaga momentum setelah sukses melibas dolar Amerika Serikat (AS) pekan lalu, serta imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) juga ditutup bervariasi.

Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut turun 0,98% pada penutupan perdagangan Senin (14/11) kemarin. Namun masih mampu bertahan di level 7.000, tepatnya berakhir di posisi 7.019,392.

Pelemahan IHSG hari ini selaras dengan pergerakan mayoritas bursa utama Asia lainnya yang juga berakhir di zona merah, kecuali indeks acuan bursa Hong Kong dan Singapura. Hari ini tidak terdapat banyak sentimen positif yang mampu menopang IHSG karena investor masih menunggu sejumlah data makroekonomi penting yang akan dirilis pekan ini.

Selain itu, investor domestik tampaknya juga masih menunggu kick-off KTT G20 yang secara resmi dimulai besok. Kemarin perhelatan B20 resmi berakhir, dengan Elon Musk dan bos bursa kripto terbesar dunia Binance Changpeng Zhao (CZ) masih tidak mampu mengerek gairah pasar.

Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai Rp 12,71 triliun dan melibatkan 25,46 miliar saham dab berpindah tangan 1,43 juta kali. Investor asing juga tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,12 triliun di pasar reguler.

Aksi jual asing utamanya terjadi di saham blue chip, dengan empat saham paling terdampak secara berurutan dari yang terbesar adalah Telkom Indonesia (TLKM), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Astra Internasional (ASII) dan Bank Negara Indonesia (BBNI). Diperberat aksi jual asing keempat saham kompak ditutup melemah, masing-masing ambles lebih dari 1,50%.

Sementara itu dua emiten batu bara menjadi yang paling diminati asing dengan net buy terbesar yakni Adaro Minerals (ADMR) dan Harum Energy (HRUM).

Selanjutnya Mata uang Garuda juga keok melawan dolar dan berakhir melemah 0,16% ke Rp 15.515/US$, meskipun sempat terapresiasi pada awal perdagangan.

Rupiah tampaknya masih kekurangan tenaga, mengingat pelemahan ini terjadi kala indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, juga terpantau melemah 1,65% di posisi 106,42 pada pukul 15.00 WIB.

Terakhir harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin. Investor cenderung memburu SBN tenor pendek, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) SBN tenor 5 dan 10 tahun. Sementara itu yoeld SBN tenor 15 dan 20 tahun naik yang berarti investor melepas kepemilikan di surat berharga tersebut. Adapun SBN tenor 30 tahun relatif tidak mengalami perubahan signifikan atau terpantau stagnan.

Tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup di zona merah pada perdagangan perdana minggu ini karena investor mengambil jeda dari reli besar minggu lalu dan mencerna lebih banyak berita perusahaan dan data ekonomi.

Dow Jones Industrial Average turun 211,16 poin atau 0,63%, S&P 500 turun 0,89% menjadi dan indeks komposit padat teknologi Nasdaq turun 1,12%. Perdagangan tercatat relatif berombak sepanjang hari, dengan Dow gagal mempertahan momentum setelah dibuka di zona hijau dan akhirnya ikut meluncur ke zona merah jelang penutupan.

Pada sesi awal perdagangan, indeks saham utama sempat menguat sesaat setelah Wakil Ketua Federal Reserve Lael Brainard mengindikasikan bank sentral dapat segera memperlambat laju kenaikan suku bunganya, memberikan beberapa kenyamanan bagi pasar.

Namun sentimen dari Brainard tampaknya tidak mampu menenangkan investor yang sudah terbebani lebih dulu dengan pernyataan Gubernur The Fed Christopher Waller akhir pekan kemarin.

Pada perdagangan senin saham merayap turun dan imbal hasil obligasi meningkat salah satunya karena imbas dari Gubernur Fed Christopher Waller yang menyebut investor bereaksi berlebihan terhadap data inflasi yang lemah minggu lalu. Dia mengatakan pasar harus bersiap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Apalagi sebelum komentar Brainard, saham juga telah sempat turun menyusul laporan bahwa perusahaan raksasa Amazon akan memberhentikan sekitar 10.000 karyawan paling cepat minggu ini. Pada waktu yang relatif bersamaan, survei The Fed juga menunjukkan ekspektasi inflasi konsumen untuk tahun depan naik, semakin membebani sentimen.

Sementara itu, dampak negatif terus menyebar pasar kripto, dengan bursa kripto Hong Kong Huobi Global menjadi nama baru yang terjerat dalam pusaran kasus FTX. Meski demikian harga koin kripto utama dunia mulai bergerak stabil dengan Bitcoin diperdagangkan di level US$ 16.300 dan Ethereum di level US$ 1.200.

Sebelumnya, S&P 500 melonjak 5,9% pekan lalu dan mencatatkan kinerja mingguan terbaik sejak Juni. Investor menyambut pembacaan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, bertaruh bahwa Federal Reserve akan segera memperlambat kampanye pengetatan agresifnya. Indeks lainnya juga ikut terbang pekan lalu dengan Nasdaq naik 8,1%, kinerja mingguan terbaiknya sejak Maret, serta indeks Dow naik 4,2%.

Investor dan pelaku pasar patut menyimak sejumlah isu penting yang dapat menjadi sentimen pasar utama perdagangan pekan ini, mulai dari neraca dagang, kebijakan moneter BI hingga pergolakan di pasar kripto.

Pertama, investor patut menyimak kondisi pasar ekuitas AS yang kompak ditutup melemah setelah salah satu pejabat the Fed mengirimkan sinyal negatif dan mengatakan investor bereaksi berlebihan terhadap data inflasi yang lemah minggu lalu. Dia mengatakan pasar harus bersiap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Kedua, sentimen yang patut dicermati yakni gelaran KTT G20 yang akan berlangsung pekan ini di Bali selama dua hari mulai Selasa 15 November hingga Rabu 16 November 2022. Pada

Presiden RI Joko Widodo beserta berbagai Kepala Negara dari 20 anggota KTT G20 akan hadir dalam acara tersebut. Kemarin, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping untuk pertama kalinya bertemu secara langsung dalam kapasitas sebagai pemimpin negara. Sebelumnya Biden pernah bertemu langsung dengan Xi kala menjabat sebagai Wapres AS. Sedangkan sejak resmi dilantik awal 2021 lalu, Biden hanya berkomunikasi dengan Xi lewat panggilan telepon dan video, karena kendala pandemi yang masih ganas.

Mengangkat tema "Recover Together, Recover Stronger" sejumlah bahasan penting mulai dari keamanan pangan hingga transformasi digital akan didiskusikan oleh pemimpin negara ekonomi utama dunia.

Pertemuan dua negara paling berpengaruh di dunia saat ini sangat dinantikan oleh investor, mengingat ketegangan antanra China-AS dapat menyeret ekonomi global dan pasar keuangan secara luas. Saat ini kedua negara tersebut masih berseteru di banyak bidang mulai dari teknologi terkait chip hingga perselisihan yang kian runyam terkait independensi Taiwan.

Investor tentu berharap komunikasi baik dapat terjalin antara kedua negara tersebut sehingga tidak menambah kegentingan global baru.

Ketiga, rilis data Neraca Perdagangan Indonesia per Oktober 2022 yang dijadwalkan akan dirilis pagi ini pukul 11.00 WIB. Adapun data terbaru untuk September, neraca perdagangan RI tercatat surplus senilai US$ 4,99 miliar.

Konsensus Trading Economics memproyeksi bulan ini neraca perdagangan RI kembali surplus dan memperpanjang rekor menjadi surplus 30 bulan beruntun. Meski demikian angkanya diprediksi turun menjadi US$ 4,5 miliar. Penurunan ini - apa lagi jika gapnya semakin besar dari bulan lalu - dapat menjadi sentimen yang kurang mengenakkan bagi pasar keuangan, khususnya rupiah. Sebaliknya, apabila pengumuman pagi ini bisa melampaui konsensus pasar, data neraca dagang dapat berpotensi menjadi booster dan menambah kepercayaan diri investor.

Selanjutnya, investor secara sabar dan seksama menantikan kebijakan moneter yang akan diumumkan Bank Indonesia (BI) Kamis (17/11) mendatang, dengan konsensus Trading Economics memprediksikan BI mulai mengatur nafas dengan menaikkan suku bunga acuannya hanya sebesar 25 basis poin (bps), melambat dari dua siklus sebelumnya. Kenaikan ini membawa tingkat suku bunga acuan BI naik dari 4,75% menjadi 5%.

Sementara tingkat suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility di proyeksi akan naik yang masing-masing sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan 5,75%.

Kemudian dari ranah global, investor juga patut menyimak kondisi bursa kerja di sejumlah negara dengan China dan Inggris hari ini mengumumkan data tingkat pengangguran, diikuti oleh Uni Eropa yang akan mengumumkan pembacaan awal perubahan jumlah tenaga kerja di kawasan euro.

Sentimen terakhir yang juga patut dicermati adalah saga kehancuran bursa kripto FTX. Saat ini CEO perusahaan telah mengundurkan diri dan diikuti oleh pendaftaran perusahaan ke pengadilan kebangkrutan AS. Miliar dolar uang investor kripto diperkirakan lenyap akibat kelalaian ini dan diprediksi bakal mengirim hentakan ke pasar keuangan secara luas, khususnya pasar kripto. Masih belum diketahui secara pasti seberapa besar dampak yang akan terjadi ke pasar ekuitas dan keuangan secara umum, mengingat saat ini kasus tersebut masih berlangsung.

Namun apabila saga ini ikut menyeret sejumlah nama besar lain, investor dan pelaku pasar wajib mewaspadai potensi penularan ke pasar keuangan yang lebih luas.

Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:

Pertumbuhan PDP Jepang kuartal III (06.50)

Risalah rapat bank sentral Australia (07.30)

Tingkat pengangguran China Oktober (09.00)

Neraca dagang Indonesia Oktober (11.00)

Tingkat pengangguran China Inggris (14.00)

Perubahan jumlah tenaga kerja zona euro Oktober (17.00)

Musim laporan keuangan untuk kuartal ketiga baru dimulai akhir bulan lalu dan masih berlangsung dengan satu per satu perusahaan mulai melaporkan kinerja keuangan sembilan bulan terakhir. Selain pelaporan kinerja keuangan, terdapat tiga agenda korporasi yakni Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank of India Indonesia (BSWD) serta cum date dividen tunai Batavia Prosperindo Internasional (BPII) dan Lautan Luas (LTLS).

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular