Ini Penyebab IHSG Sesi Kedua Ditutup Ambruk 0,8%

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
14 November 2022 15:39
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan Senin (14/11/2022).

Pada perdagangan sesi I hari ini, IHSG sejatinya dibuka menguat tipis 0,05% di posisi 7.034,57. Namun, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup merosot 0,86% ke posisi 7.028,066.

Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan 21 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 290 saham menguat, 233 saham melemah dan 177 saham stagnan.

Pelemahan IHSG terjadi di tengah menghijaunya bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Jumat pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 0,1%, sedangkan Nasdaq melonjak 1,9%, dan S&P 500 melesat 0,93%

Pasar keuangan AS, baik saham dan obligasi, menutup pekan lalu yang bergejolak dengan kenaikan terbesar dalam beberapa bulan, didorong oleh harapan bahwa inflasi di AS telah mendingin.

Namun, sinyal positif ini nyatanya belum mampu mendorong IHSG untuk konsisten berada di zona hijau.

Meskipun inflasi di AS telah melandai, akan tetapi masih jauh di atas target perlambatan yang diinginkan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Angka tersebut juga jauh lebih tinggi daripada suku bunga acuan utama The Fed.

Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester mengatakan bahwa mengatakan bahwa laporan terbaru menunjukkan beberapa pelonggaran dalam inflasi keseluruhan dan inti, meskipun dia juga mencatat trennya masih cenderung tinggi.

Sementara itu dari China, langkah Beijing untuk melonggarkan pembatasan pandemi menambah semangat di pasar keuangan global.

Ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah menyeret pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini dengan memberlakukan penguncian dan membatasi perjalanan untuk mengendalikan Covid-19.

Pada Jumat lalu, otoritas kesehatan setempat mengatakan Beijing mempersingkat waktu para pelancong harus tinggal di karantina dan membatasi pengujian massal, beserta langkah-langkah lainnya.

Optimisme tersebut mendorong harga minyak mentah Brent naik 2,5% menjadi US$ 95,99 per barel.

Kendati demikian, pelaku pasar patut menyimak sejumlah isu penting yang dapat menjadi sentimen pasar utama perdagangan pekan ini,diantaranya gelaran KTT G20 yang akan berlangsung pekan ini di Bali selama dua hari mulai Selasa 15 November hingga Rabu 16 November 2022.

Pernyataan pemimpin utama dunia dalam konferensi ini berpotensi menjadi penggerak pasar keuangan global.

Dari dalam negeri, akan ada rilis data Neraca Perdagangan Indonesia per Oktober 2022 yang dijadwalkan akan dirilis pada Selasa besok.

Data terbaru per September lalu, neraca perdagangan RI surplus senilai US$ 4,99 miliar.

Posisi tersebut melampaui prediksi konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada September sebesar US$ 4,85 miliar.

Ekspor Indonesia pada September 2022 mencapai US$ 24,80 miliar, tumbuh 20,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Realisasi ekspor merupakan terendah sejak Mei 2022. Sedangkan, impor pada September 2022 mencapai US$ 19,81 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular