CNBC Indonesia Research

Menakar Dampak Positif-Negatif Larangan Ekspor Timah 2023

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
01 November 2022 06:50
Dok.PT Timah
Foto: Dok.PT Timah

Isu larangan ini kian mencuat karena jika jadi diberlakukan akan ada pro maupun kontra di dalamnya. Berikut catatan Tim Riset CNBC Indonesia dalam menimbang baik-buruk larangan ekspor timah tahun 2023.

Menguak Sisi Positif Larangan Ekspor Timah

Kementerian ESDM mencatat, pelarangan ekspor timah itu mengarah ke jenis timah batangan atau Tin Ingot 99,99% atau Sn 99,99.

Jika larangan ekspor timah dilakukan, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan 6 kali lipat. Contohnya: 1 ton konsentrat 78% timah itu harganya di 2021 mencapai US$ 12.000 per ton. Jika sudah berubah menjadi 1 ton timah kasar maka harganya akan menjadi US$ 22.000.

Kemudian, bila timah menjadi Tin Soldier dalam 1 ton harganya bisa mencapai US$ 124.000 per ton. "1 ton Sn-nya di dalam 1 ton Soldier itu menjadi US$ 130.000. Artinya ada peningkatan hampir 6 kali dari pada konsentrat timah di awal. Ini sangat berpengaruh bagi perekonomian Indonesia.

Jika berbicara harga timah, saat ini memang timah diperdagangkan di level US$ 18.000, setelah pasca kekhawatiran tekanan ekonomi dari negara-negara di dunia utamanya China dan AS hingga isu resesi semakin yang kian mencuat.

Pasca perang Rusia-Ukraina meletus 24 Februari lalu, harga timah memang masih sulit terangkat. Berbagai sentimen negatif masih menyelimuti pasar mulai dari tekanan ekonomi global akibat inflasi dan suku bunga tinggi.

Di tambah lagi, China sebagai konsumen terbesar timah masih menerapkan kebijakan non Covid-19 bagi negaranya. Ini menyebabkan harga terus bergerak dalam tren yang rendah. Oleh sebab itu, hilirisasi komoditas timah pada jenis tin solder bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar pada harga yang lebih tinggi dari harga pasar saat ini.

Selain itu, Indonesia sebagai pemilik kekayaan timah terbesar ke 2 di dunia nampaknya memberikan keuntungan besar melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PNBP Indonesia dari timah pada tahun 2021 mencapai Rp 1,1 triliun.

Pada tahun 2020 PNBP dari komoditas timah mencapai Rp 520 miliar. Setelah itu meningkat pada tahun 2021 menjadi Rp 1,1 triliun. Kemudian sampai triwulan II tahun 2022 ini PNBP melalui timah sudah mencapai Rp 707 miliar.

Pertimbangan sisi positif dari larangan ekspor timah ini tentunya juga belajar dari pelarangan ekspor bijih nikel. Seperti yang diketahui, dengan penyetopan ekspor timah dan memberlakukan hilirisasi, nilai ekspor dari komoditas timah akan melesat.

Ketika bijih nikel masuk dalam hilirisasi di dalam negeri, Indonesia mendapatkan nilai ekspor yang luar biasa. Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mencatat, dari hilirisasi nikel, Indonesia pada tahun ini diprediksi akan mendapatkan sekitar US$ 30 miliar atau Rp 450-an triliun (kurs Rp 15.300-an per dolar AS).

Selain itu, pembangunan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) termasuk untuk timah dan bauksit juga terus dikebut. Dengan kata lain, dampak larangan ekspor timah diharapkan dapat memacu proyek smelter di Tanah Air agar bisa memberikan manfaat yang lebih besar kepada negara.

Sampai sekarang pun gugatan di WTO oleh Uni Eropa belum selesai karena Indonesia juga mengajukan alasan-alasan yang masuk akal. Bagaimana pun, Indonesia berhak memutuskan untuk mengolah hasil tambangnya sendiri.

Yang jelas, dengan melakukan industrialisasi Indonesia mendapatkan banyak manfaat, yakni pertama pajak kepada pemerintah akan melompat. Kedua, industrialisasi akan membuka lapangan pekerjaan di Indonesia yang sangat banyak, bukan di negara lain.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Lalu, Bagaimana Sisi Negatif Jika Ekspor Timah Dilarang?

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular