Wow! 'Harta Karun' Mineral Ini Bisa Bikin RI Makin Kaya Raya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menyimpan banyak 'harta karun' berupa sumber daya mineral, seperti misalnya nikel, timah dan bauksit. Jika dimanfaatkan secara benar, Indonesia bisa makin kaya raya.
Ambil contoh pertama nikel, pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel sejak tahun 2017-an dan secara tegas para eksportir nikel wajib melakukan hilirisasi di dalam negeri. Itu artinya, nikel yang diekspor saat ini sudah memiliki nilai tambah melalui hilirisasi.
Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI mencatat dari hasil hilirisasi nikel, keuntungan yang didapat Indonesia melejit signifikan atau di tahun 2021 nilai ekspor nikel tembus US$ 20,9 miliar atau Rp 326-an triliun (kurs Rp 15.600/US$) dari yang nilainya hanya US$ 3,3 miliar pada tahun 2017-2018 pada saat ekspor bijih.
"Sekarang dengan kita menyetop ekspor nikel, nilai tambah sampai dengan 2021 sudah mencapai US$ 20,9 miliar. Di tahun 2017-2018 itu hanya US$ 3,3 miliar," ungkap Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dikutip Jumat (28/10/2022).
Seperti yang diketahui, Indonesia merupakan produsen terbesar pertama di dunia dalam produksi maupun cadangan nikel. Mengacu catatan Kementerian ESDM, produksi nikel RI pada tahun 2017 sebesar 345.000 metrik ton (MT), kemudian melonjak mencapai 1 juta MT pada tahun 2021. Adapun Indonesia juga memiliki cadangan sebesar 21 juta MT.
Untuk mengulang kesuksesan dari hilirisasi nikel itu, pemerintah juga bertekad akan melakukan hilirisasi di sektor timah, bauksit dan tembaga. Di mana, ke depan ekspor komoditas mentah itu akan dilarang.
Kedua yaitu timah. Saat ini, ekspor yang dilakukan timah berupa Tin Ingot atau timah batangan 99,99%. Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), timah sebagai komoditas RI terbesar ke 2 di dunia ini nilai ekspornya belum maksimal, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari timah pada tahun 2021 hanya mencapai Rp 1,1 triliun.
Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Irwandy Arif menjelaskan jika penutupan ekspor timah yang dimaksud pemerintah mengarah kepada jenis timah batangan atau tin ingot 99,99% atau Sn 99,99. Maka hilirisasi komoditas timah pada jenis tin solder bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar hingga enam kali lipat.
"Itu kalau ke arah tin solder, jadi bukan keseluruhan. Yang ada datanya itu Tin Solder yang ada yang saya katakan 5-6 kali daripada kita menjual dengan produk sebelumnya. Kalau ekspor kita sampai ke tin solder dan memang bisa diserap pasar itu ya 5-6 kali daripada kita menjual sebelum ke produk ke tin solder itu," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/10/2022).
Dia menyebut, hilirisasi timah dalam negeri baru menyentuh 5%, sedangkan 95% lainnya dalam bentuk Tin Ingot diekspor ke luar negeri. Produk hasil hilirisasi yang tengah digodok adalah Tin Solder, Tin Plate, dan Tin Chemical.
Ketiga Bauksit. Indonesia pada tahun 2023 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) mewajibkan untuk melakukan pembangunan smelter di dalam negeri, agar ekspor bauksit memiliki nilai tambah.
Saat ini kegiatan ekspor bijih bauksit sangat fantastis atau mencapai 23,2 juta ton dari total produksi bauksit yang mencapai 25,8 juta ton. Itu artinya, penyerapan di dalam negeri baru mencapai 2,6 juta ton. Maklum, smelter di dalam negeri baru ada 4, di targetkan jika berjalan mulus akan ada tambahan sebanyak 8 smelter lagi tahun depan untuk menampung seluruh produksi bijih bauksit.
Irwandy menyatakan, harga bijih bauksit yang diekspor saat ini hanya US$ 200 - US$ 300 per ton. Nah, ketika sudah dimasukkan ke dalam smelter dan menjadi alumina, maka nilai tambahnya akan melejit seharga US$ 2.000 per ton. "Memang ini akan melesat banget. Ini akan melesat harganya kalau misalnya hilirisasinya itu menjadi alumina dan menjadi alumunium kemudian," tandas Irwandy.
[Gambas:Video CNBC]
Penemuan Tak Sengaja Harta Karun, di Proyek Tol Sampai Jepang
(pgr/pgr)