
Duh Rupiah, Kurs Dolar Australia Meroket 6% Dalam 2 Pekan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat tajam melawan rupiah dalam dua pekan terakhir. Posisinya kini kembali ke atas Rp 10.000/AU$ setelah sebelumnya berada di level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir.
Pada perdagangan Kamis (27/10/2022) pukul 11:44 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.131/AU$, menguat 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 13 September lalu.
Sebelumnya dolar Australia menyentuh Rp 9.557/AU$ pada 14 Oktober lalu. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 22 Juni 2020 lalu.
Artinya sejak saat itu hingga kini dolar Australia sudah meroket 6%.
Dolar Australia mulai menguat setelah rilis notula rapat kebijakan moneter Reserve Bank of Australia (RBA), yang mengindikasikan suku bunga akan terus dinaikkan ke depannya. Rilis tersebut kemudian diperkuat dengan serangkaian data ekonomi, yang bisa menjadi sinyal RBA akan bertindak lebih agresif.
Biro Statistik Australia pada pekan lalu melaporkan tingkat pengangguran pada September sebesar 3,5%, sama dengan bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran tersebut masih rendah, meski perekrutan tenaga kerja mengalami pelambatan cukup signifikan.
Sepanjang September, perekonomian Australia hanya menyerap 900 tenaga kerja, menurun drastis dari bulan sebelumnya 36.300 tenaga kerja.
Kemudian Rabu kemarin, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada periode kuartal III-2022 dilaporkan tumbuh 7,3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi dalam 32 tahun terakhir.
Kombinasi tingkat pengangguran yang rendah dan inflasi yang tinggi membuat RBA kemungkinan akan semakin agresif menaikkan suku bunga. Dolar Australia pun menjadi perkasa.
Sementara itu rupiah selain mendapat tekanan dari eksternal, juga dari dalam negeri. Isu kurangnya pasokan valuta asing membuat rupiah tertekan.
Keringnya pasokan valas terlihat dari cadangan devisa Indonesia yang terus menurun. Devisa merupakan alat pembayaran transaksi antar negara dan diakui dunia internasional, dalam hal ini bisa berupa valuta asing (dolar AS, euro, yen, dll), emas hingga surat berharga.
Awal bulan ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 mencapai US$ 130,8 miliar. Realisasi ini anjlok US$ 1,4 miliar dibandingkan posisi Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.
Jika melihat ke belakang, cadangan devisa Indonesia mencatat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar pada September 2021 lalu. Artinya, dalam setahun cadangan devisa sudah merosot US$ 16,1 miliar.
Yang menjadi perhatian adalah cadangan devisa yang terus menurun, sementara transaksi berjalan mencetak surplus hingga 29 bulan beruntun.
Terbatasnya pasokan valas ini juga diakui oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti saat konferensi pers BI pekan lalu.
"Likuiditas valas terbatas, padahal trade balance besar. Satu hal ini memang agak berbeda dengan periode-periode yang lalu," jelas Destry.
Tirisnya pasokan valas juga bisa terlihat dari pertumbuhan kredit yang melaju kencang, namun tak disertai dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) valas.
BI mencatat, pada September 2022, pertumbuhan kredit tumbuh double digit atau sebesar 18,1%, sementara pertumbuhan penghimpunan DPK valas hanya mencapai 8,4%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article UBS Sebut Dolar Australia Bakal Fenomenal, Mau Borong?
