Tak Hanya Suku Bunga, IHSG Sesi I Juga Gaspol

Aulia Mutiara Hatia Putri & Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
21 October 2022 11:40
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada penutupan perdagangan sesi I Jumat (21/10/2022), merespon kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memutuskan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps untuk Oktober demi meredam lonjakan inflasi.

Indeks acuan Tanah Air dibuka terkoreksi 0,06% di posisi 6.976,5 dan ditutup menguat dengan apresiasi 0,95% atau 66,55 poin, ke 7.047,2 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 7,19 triliun dengan melibatkan lebih dari 12 miliar saham yang berpindah tangan 804 kali.

Sejak perdagangan dibuka IHSG sempat berada di zona merah. Selang 5 menit kemudian indeks terpantau berbalik arah dan langsung naik 0,4% ke 7.008,91. Dengan ini indeks kembali sukses menembus level psikologis 7.000. Pukul 10:50 WIB IHSG terpantau masih menguat 0,73% ke 7.031,59 dan konsisten berada di zona hijau hingga penutupan perdagangan sesi I.

Level tertinggi berada di 7.049,33 sesaat sebelum penutupan perdagangan, sementara level terendah berada di 6.975,79 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini terpantau mengalami kenaikan.

Statistik perdagangan mencatat ada 309 saham yang menguat dan 219 saham yang mengalami penurunan, serta sisanya sebanyak 158 saham stagnan.

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya siang ini, yakni mencapai Rp 554 miliar. Sedangkan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 407,9 miliar dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di posisi ketiga sebesar Rp 352,2 miliar.

Pergerakan IHSG siang ini cenderung berlawanan dengan bursa saham Amerika Serikat (AS) yang ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis kemarin, di tengah naiknya kembali imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,3% ke posisi 30.333,59, S&P 500 merosot 0,8% ke 3.665,78 dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,61% menjadi 10.614,84.

Salah satu sentimen menguatnya IHSG yaitu keputusan Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada Oktober. Dengan ini, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 bp pada tahun ini, masing-masing 25 bp pada Agustus, 50 bp pada September, dan 50 bp pada Oktober. Suku bunga acuan dengan cepat naik dari 4,50% pada Juli menjadi 4,75% pada Oktober.

Gubernur BI,Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bp pada Oktober juga sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda ambruk dalam sepekan terakhir karena perkasanya dolar AS.

Bukan tanpa alasan, ada 5 risiko yang mesti dicermati dalam perkembangan ekonomi global dan domestik diantaranya, kondisi perekonomian dan keuangan global, lonjakan inflasi global, kebijakan moneter ketat di negara maju, kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed), serta persepsi investor.

Kebijakan moneter ketat di negara maju mengancam pertumbuhan ekonomi diemerging marketseperti Indonesia.Kenaikan suku bunga acuan The Fed (FFR) juga melambungkan dolar AS sehingga mata uang global terutama emerging market tertekan. Maka kenaikan suku bunga menjadi obatnya.

Di sisi lain, sentimen eksternal juga masih terkait suku bunga. Sejalan dengan langkah yang di ambil Bank Indonesia (BI), Para pejabat The Fed kembali menekankan bahwa mereka perlu melanjutkan langkah agresifnya selama inflasi masih panas.

Presiden The Fed Chicago, Charles Evans mengatakan pada Rabu lalu bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan bahwa The Fed perlu melanjutkan pendekatankebijakannya saat ini.

Pasar memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan November mendatang.

Apalagi, klaim pengangguran yang cenderung menurun membuat pasar tenaga kerja masih cenderung positif, membuat The Fed semakin yakin untuk bersikap makin agresif.

Klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir 16 Oktober mencapai 214.000, turun 12.000 dari minggu sebelumnya dan kurang dari 230.000 dari ekspektasi pasar dalam survei Dow Jones.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 95,1% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.

Selanjutnya, pasar masih perlu mencermati dampak dari penundaan rilis data pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) China pada kuartal III-2022.

Hingga kemarin, data PDB China masih belum juga dirilis. Artinya, sudah dua hari rilis tersebut tertunda.

Yang menjadi masalah adalah tidak ada penjelasan dari Biro Statistik Nasional China (NBS) kenapa dilakukan penundaan dan sampai kapan. Yang pasti, penundaan tersebut terjadi saat Kongres Partai Komunis China berlangsung.

Penundaan tanpa alasan tersebut membuat investor was-was, sebab perekonomian China sedang diliputi 'kegelapan'.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular