CNBC Indonesia Research

Catatan Sejarah! BI Selalu Tancap Gas Saat Dunia Kacau Balau

Maesaroh, CNBC Indonesia
Rabu, 19/10/2022 15:10 WIB
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan melanjutkan kebijakan agresif pada bulan ini. Proyeksi tersebut sejalan dengan data historisnya di mana bank sentral tak ragu mengerek suku bunga tinggi saat ketidakpastian global meningkat.

Polling CNBC Indonesia yang melibatkan 13 lembaga/institusi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada Kamis besok (20/10/2022).

Artinya, ada kemungkinan BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps selama dua bulan beruntun setelah melakukan yang sama pada September lalu.


Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan BI kemungkinan besar akan melakukan agresif pada pekan ini.

"Situasi pada Oktober jelas tidak kondusif dibandingkan pada dua bulan sebelumnya. Yield di tingkat global meningkat yang membuat rupiah terus tertekan. BI juga relative terlambat dalam menaikkan suku bunga dibandingkan bank sentral lain," tutur Satria dalam laporannya Is 75-point rate hike possible from BI?.




Berdasarkan pergerakan suku bunga, BI pernah mengerek suku bunga secara agresif pada 2005,2008, 2013, dan 2018. Pada periode tersebut, perekonomian diwarnai dengan lonjakan inflasi serta ketidakpastian global yang sangat tinggi.

Pada 2005, pemerintah menaikkan harga BBM Subsidi sebanyak dua kali yakni sebesar rata-rata 29% pada Maret dan sebesar 114% pada Oktober. Kenaikan harga BBM langsung melambungkan inflasi pada tahun berjalan menjadi 17,11% dengan laju inflasi tertinggi terjadi pada Oktober 2005 yakni 8,7% (month to month/mtm).

BI sendiri secara resmi baru mengenalkan kebijakan moneter sebagai kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF)) sejak 1 Juli 2005.

Setelah itu, BI kemudian bertindak agresif dengan menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 bps pada Agustus, 125 bps pada September, 100 bps pada Oktober, 125 bps pada November, dan 50 bps pada Desember. Dengan demikian, BI rate naik 425 menjadi 12,75% pada Desember 2005.

BI bertindak agresif untuk meredam tingginya gejolak eksternal yaitu melonjaknya harga minyak mentah, pengetatan kebijakan moneter global, kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed), serta terpuruknya nilai tukar rupiah.

The Fed mengerek suku bunga acuan delapan kali sepanjang 2005 dengan total kenaikan sebesar 200 bps.

Nilai tukar terus melemah dari kisaran Rp 8.417/US$ pada awal Januari hingga menembus Rp 10.250 pada September sebelum melandai Rp 9.850/US$1 pada akhir Desember 2005.


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BI Rate Berpotensi Turun Lagi, Sinyal Pemangkasan Muncul

Pages