Jakarta, CNBC Indonesia - "Cambio! Cambio! Cambio!" itulah kata yang sekarang makin sering diteriakan orang-orang di pinggir jalanan Ibu Kota Argentina, Buenos Aires. Arti cambio itu adalah, "tukar! tukar! tukar!" yang ditujukan kepada orang yang sedang lalu-lalang, sebagai bentuk penawaran menukar mata uang peso Argentina (ARS) dengan dolar Amerika Serikat.
Orang-orang yang sibuk menawarkan itu adalah "arbolitos" atau lletterlijk-nya pohon kecil. Mereka adalah money changer jalanan yang kembali tumbuh bak jamur di musim hujan, paska kebijakan capital control di Argentina, yakni pembatasan pembelian dolar AS maksimal US$200 perbulan pada 2019.
Martin, 47 tahun, telah menjalani profesi sebagai arbelito selama 10 bulan, dimana permintaan terhadap dolar AS semakin hari semakin meningkat. "Seluruh bisnis ini, semakin berkembang," ujarnya seperti di kutip Reuters baru-baru ini. Martin mengaku bisa meraup sekitar ARS500 atau US$8,35 per hari, setara Rp130 ribu.
Martin, adalah nama samaran, karena apa yang ia lakukan secara teknis adalah ilegal. Yakni, menjual dolar AS tanpa izin, dan dengan kurs suka-suka, jauh lebih mahal dari nilai tukar resmi bank sentral. Ia hanyalah bagian kecil dari sistem kerja mata uang pararel di Argentina yang disebut sebagai blue dollar atau dollar blue atau blue market, dimana kurs 'suka-suka' yang Martin tawarkan itu disebut sebagai bue dollar rates atau blue rate.
Jadi, saat ini ada dua kurs yang berlaku di Argentina untuk menukar peso dengan dolar AS. Rate pertama, resmi dikeluarkan oleh bank sentral dan bank-bank, jauh lebih murah tetapi dengan syarat ketat dan pembelian maksimal US$200 per bulan, itupun kalau stok tersedia. Hari ini Selasa (11/10/2022), kursnya US$1 setara 149,19 peso Argentina atau ARS, melemah lebih dari 45% sejak awal tahun.
Kurs kedua, kurs blue dollar rate yang sebenarnya tidak benar-benar suka-suka karena sudah memiliki sistem quotasi yang canggih, dan bahkan dikutip secara resmi oleh banyak instansi keuangan. Dengan stok melimpah, kurs blue rate hari ini per 1US$ senilai ARS273, gapnya 83% lebih mahal-pernah mencapai lebih 100%--dari kurs resmi. Kurs ilegal ini bisa di cek di situs bluedollar.net, atau terminal data resmi seperti Refinitiv.
Pertanyaan besar dari sistem blue dolar ini adalah siapa pemasok utama dolar AS kepada arbelitos atau ribuan orang macam Martin? Tak mungkin untung recehan yang diperoleh Martin bisa membuat pasar itu berkembang sangat pesat. Inilah yang tampaknya sedang disadari, dipikirkan dan dibenahi oleh otoritas moneter Argentina sekarang.
Pekan lalu, Reuters melaporkan otoritas Argentina akan memperketat regulasi impor barang untuk mencegah penggelapan dan menjaga cadangan devisa dolar AS, seperti dikutip dari salah seorang pejabat Kementerian Ekonomi setempat.
Sistem importasi baru ini akan mencakup verifikasi ukuran permintaan importir yang konsisten dengan sumber keuangan. Mengharuskan importir menunjuk hanya satu rekening bank untuk perdagangan luar negeri, dan waktu yang lebih tepat untuk pembelian mata uang dari bank sentral guna keperluan impor, kata sumber tersebut.
Kebijakan ini disebutkan akan segera dirilis dan berlaku mulai 17 Oktober mendatang. "Ini untuk menertibkan sistem dan menghindari penyimpangan," kata salah satu sumber yang mengetahui rencana tersebut.
Dengan cadangan dolar AS terbatas, pemerintah Argentina dituntut lembaga kreditur agar cadangan yang ada benar-benar diperuntukan untuk impor barang-barang yang menunjang perekonomian. Cadangan dolar AS Argentina dilaporkan hanya US$36.55 miliar pada Kamis pekan lalu. Bandingkan dengan Indonesia sebesar US$130,8 miliar.
Otoritas Argentina mulai mencurigai motif dibalik aktivitas ramai para importir yang mulai berlebihan mengajukan pembelian dolar AS dengan alasan membeli barang. Sumber di pemerintahan mengatakan, sejumlah importir mulai menggandakan dokumen izin impor, atau menggelembungkan nilai pembelian untuk mendapatkan dolar.
"Dengan gap yang ada, sangat menggoda untuk mendapatkan dolar AS di pasar resmi, itulah sebabnya ada skema untuk mengakumulasi inventaris yang tidak perlu," jelas pejabat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. "Beberapa importir secara tidak benar mencoba untuk mendapatkan barang sebanyak mungkin dengan menggunakan dolar resmi," seperti dikutip Reuters
Lepas dari itu, dengan gap besar kurs blue rate dan resmi mengundang kejahatan untuk menggunakan segala cara membeli dolar AS dari bank dan menjualnya ke pasar jalanan. Ini, untungnya sangat besar. Kecurigaan ini beralasan dengan fakta menengangkan ekspor-impor Argentina.
Data Institut Nasional Statistik dan Sensus Argentina (Instituto Nacional de Estadística y Censos/INDEC) menunjukkan neraca dagang defisit US$300 juta pada Agustus. Rincian kinerjanya, ekspor minus secara tahunan hingga 6.9% pada Agustus, sementara nilai impor justru meningkat 36.2%.
Mengapa sebegitu mahal dolar AS di blue market tetapi tetap laku? Karena tingkat ketagihan dolar AS di Argentina sudah begitu parah, sudah pada level yang disebut sebagai dolarisasi ekonomi sebuah negara, dimana mayoritas transaksi, simpanan, investasi di sana menggunakan dolar AS. Yang ada di masyarakat Argentina sekarang adalah membeli dolar AS, tetapi sedikit yang mau menjualnya.
Pada 2021, seperti dikutip France24, ekonom Nicolas Gadano, mantan direktur bank sentral Argentina, memperkirakan bahwa ada sekitar $200 miliar uang kertas dolar AS yang berada d Argentina, setara 10% dari seluruh dolar AS yang beredar di dunia, dan negara keempat terbesar di luar AS yang memakai greenback.
Di Buenos Aires, kafe dan toko memajang kurs dolar AS bagi pengunjung yang ingin membayar dengan greenback.
Blue dollar, blue market adalah penghalusan kata dari pasar gelap untuk dolar AS di Argentina. Pasar ini tidak pernah diberi izin otoritas, meski dibiarkan kerena memang bersifat transaksi personal. Pasar ini mulai berkembang pesat, setelah Presiden Argentina, Cristina Fernández de Kirchner menerapkan pembatasan pembelian dolar AS pada 2011 dengan pelbagai syarat seperti dokumen underliying dan pajak.
Parahnya, pemerintahan de Kirchner justru kemudian terlibat skandal pemalusan data inflasi dan sejumlah indikator ekonomi INDEC, badan pusat statistik Argentina. INDEC memanipulasi data inflasi sebesar 10% pada 2013, jauh di atas estimasi para ahli di sekitar 25%.
Dari waktu ke waktu, pejabat yang tak becus seperti administrasi Kirchner terus berulang memimpin Argentina hingga sekarang. Mereka membawa Argentina pada jurang, bukan lagi resesi melainkan sudah stagflasi dan lebih parah lagi menjelang depresi. Kini mereka adalah pasien abadi Dana Moneter Internasional (IMF), seperti juga Indonesia paska 1997.
Kurs 'suka-suka' blue dolar yang demikian liar menambah tekanan inflasi di Argentina yang sudah terpukul akibat pasokan barang seret akibat pandemi Covid-19 dan lonjakan inflasi energi oleh perang Rusia-Ukraina. Ini tidak terjadi kali ini saja, hiperinflasi, puluhan kali devaluasi peso, dan seringkali kasus gagal bayar bank membuat orang-orang Argentina mencurigai mata uangnya sendiri.
Sekarang, dengan murahnya peso terhadap dolar AS di blue market, pandemi, dan berbagai faktor global itu telah memicu inflasi menggila tak terkendalikan di Argentina, mencapai 78.5% pada Agustus, dan diperkirakan tembus 100% pada akhir tahun.
TIM RISET CNBC INDONESIA