Kronologi Kasus Penipuan Indosurya Rp 106 T, Terbesar di RI!

dhf, CNBC Indonesia
29 September 2022 13:55
Karangan Bunga dan Poster Aksi Damai Indosurya (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Karangan Bunga dan Poster Aksi Damai Indosurya (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Fakta menarik juga ditemukan setelah para nasabah sempat melakukan rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR-RI pada Mei 2020 lalu.

alah satu nasabah ISP yakni Rendy mengungkapkan bagaimana siasat ISP terhadap para anggota karena berbentuk koperasi maka penyimpan dana disebut anggota.

"Selama ini kita dianggapnya nasabah, kita nggak tahu keanggotaan koperasi. Jadi sama marketing kita hanya dianggap nasabah," kata Rendy dalam rapat virtual dengan Komisi VI, Jumat (8/5/2020).

Rendy kemudian menyadari dia seharusnya berstatus sebagai anggota koperasi ISP. Namun faktanya, dia justru menemukan hal yang aneh karena status keanggota ISP sengaja dibuat abu-abu.

Ternyata dalam aturan ISP, untuk menjadi anggota ada simpanan wajib dan simpanan pokok yang harus dipenuhi. Namun hal itu tidak diberitahukan kepada para anggota.

Hal itu karena berdasarkan anggaran dasar rumah tangga, disebutkan bahwa ada simpanan wajib yang setiap bulan disetor Rp 20 juta dan simpanan pokok Rp 500.000. Hanya saja informasi ini tidak disampaikan. "Nah itu kita tidak diinformasikan [soal simpanan itu]," ungkapnya.

Maka sadarlah Rendy bahwa dia dan teman-temannya tidak berstatus anggota koperasi lantaran tidak membayar simpanan wajib dan simpanan pokok.

Akan tetapi, setelah kejadian gagal bayar menyeruak ke publik, para nasabah juga tidak disebut sebagai nasabah. Rendy merasa ada kesengajaan yang dibuat rancu terhadap status anggota ISP.

"Jadi kalau mengacu pada UU koperasi kita bukan anggota koperasi, kalau dibilang nasabah kemarin katanya koperasi tidak ada nasabah, jadi anggota. Jadi kami tidak ada kejelasan, menurut saya ini kebohongan publik," tegas.

Dalam kesempatan itu, Herman Khaeron, dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan Kementerian Koperasi dan UKM mesti ada data soal kasus ini.

"Kemenkop harus ada data, PPATK-nya, ini ya betul betul sudah kita antisipasi. Kita tergagap-gagap sudah ISP tidak punya data, data nasabah apalagi data transaksinya. Seolah olah sistem koperasi jadi sistem yang rentan terhadap penggelapan uang pinjaman nasabah," tegasnya.

"Yang kita inginkan, simpanan di koperasi, tingkat desa, kecamatan, tidak termonitor. Duit itu yang terjadi perputaran di bawah. Inilah cara pandang mengapa koperasi dari oleh untuk itu ada. Ini catatan ke depan Komisi VI meminta Kemenkop membuat dasar hukum yang lebih kuat mengenai pengawasan eksternal, sejauh ini belum terakomodir," katanya.

(dhf/dhf)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular