
Nada-nada IHSG Sulit ATH Nih, Bursa Asia Kompak Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Jumat (16/9/2022), menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS) yang kembali terkoreksi pada perdagangan Kamis kemarin. Hanya indeks Straits Times Singapura yang dibuka di zona hijau pada hari ini, yakni naik tipis 0,07%.
Sedangkan sisanya dibuka di zona merah. Indeks Nikkei Jepang dibuka merosot 0,88%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,02%, Shanghai Composite China melemah 0,33%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,81%, dan KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,54%.
Dari China, beberapa data ekonomi akan dirilis pada hari ini, seperti data produksi industrial periode Agustus 2022, data penjualan ritel periode Agustus 2022, dan data tingkat pengangguran periode Agustus 2022.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah koreksinya kembali bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan kemarin, di mana Wall Street masih berusaha menemukan pijakannya setelah kenaikan mengejutkan dalam laporan inflasi AS periode Agustus lalu.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,56% ke posisi 30.961,82, S&P 500 ambles 1,13% ke 3.901,35, dan Nasdaq Composite ambrol 1,43% menjadi 11.552,36.
Rebound kecil di Wall Street pada perdagangan Rabu pun tak berlangsung lama dan terhapus oleh penurunan pada perdagangan Kamis.
Laporan indeks harga konsumen (IHK) AS periode Agustus lalu menunjukkan inflasi utama naik 0,1% pada basis bulanan, meskipun ada penurunan harga gas. Meski secara tahunan turun sedikit menjadi 8,3%, tetapi hal ini masih lebih tinggi dari ekspektasi pasar.
Inflasi yang masih sangat tinggi di Negeri Paman Sam telah membuat investor khawatir bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan lebih agresif dengan kenaikan suku bunganya, meningkatkan kemungkinan resesi di AS.
"Kebijakan moneter bekerja dengan jeda 6 hingga 12 bulan. Kami yakin kondisi keuangan telah cukup ketat di seluruh ekonomi AS untuk menyebabkan resesi dangkal pada akhir tahun ini atau awal tahun depan," kata Chris Senyek dari Wolfe Research.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 75 bp menjadi 3,00% - 3,25% adalah 80%. Sementara peluang kenaikan suku bunga acuan sebesar 100 bp menjadi 3,25% - 3,50% adalah 20%.
Kenaikan suku bunga berkorelasi negatif terhadap harga saham karena dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi bahkan resesi pada saat ini.
Saat suku bunga meningkat, bunga kredit pun turut naik sehingga akan membebani ekspansi korporasi dan konsumsi rumah tangga. Akibatnya roda ekonomi tidak berputar sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut kemudian menciptakan pesimisme di pasar.
Kuatnya kekhawatiran para pelaku pasar atas potensi kenaikan suku bunga The Fed menghapuskan sentimen positif dari beberapa rilis ekonomi Negeri Paman Sam.
Pada Kamis kemarin, Departemen Ketenagakerjaan AS melaporkan klaim pengangguran awal di AS untuk pekan terakhir 10 September berjumlah 213.000, turun 5.000 dari periode sebelumnya. Angka ini pun lebih rendah dari perkiraan ekonom di mana angkanya akan naik ke 226.000.
Kemudian penjualan ritel AS bertumbuh 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Agustus lalu, tumbuh dari bulan sebelumnya yang negatif 0,4%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
