Ekonomi Dunia Lesu, Harga Timah Sulit Naik Tinggi

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
15 September 2022 16:50
PT Timah memusatkan produksi sumber daya timahnya di pulau Bangka, yang terdiri dari penambangan, pengolahan, pemurnian, peleburan, hingga penjualan.
Foto: PT Timah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah dunia terpantau mencoba bangkit pada sesi perdagangan hari ini, di tengah isu larangan ekspor timah dari Indonesia. Di sisi lain, pergerakan harga timah cenderung terbatas karena isu resesi dari Amerika Serikat (AS) yang menghantui pasca rilis laporan inflasi yang masih tinggi.

Harga timah di pasar logam dunia, London Metal Exchange (LME) pada Kamis (15/9/2022), pukul 15.45 WIB tercatat US$ 21.225 per ton, menguat tipis 0,23% dibandingkan harga penutupan kemarin yakni US$ 21.117 per ton.

Persediaan timah di gudang yang dipantau oleh bursa logam London (LME) terus naik mencapai posisi tertinggi sejak Desember 2020.

Pada 14 September 2022 persediaan timah di gudang LME tercatat 4.785 ton, naik 63,03%point-to-point (ptp) sejak awal bulan Juni lalu yakni sebesar 2.935 ton. Hal ini menjadi indikasi bahwa permintaan timah dunia masih tertekan sehingga persediaan di gudang masih terus menumpuk.

Harga timah saat ini diperdagangkan di level US$ 21.000-an setelah sebelumnya sempat nyaris menyentuh level US$ 49.000 awal Maret atau beberapa hari pasca serangan Rusia ke Ukraina.

Harga timah masih menunjukkan tren melemah pasca ketidakpastian ekonomi yang kini dihadapi oleh negara-negara di dunia terutama Amerika Serikat (AS) dan China.

China merupakan salah satu kunci yang menentukan harga timah. China sendiri adalah konsumen timah terbesar di dunia.Konsumsi timah China mencapai 216.200 ton pada tahun 2020, melansir Statista. Sehingga permintaan dari Negeri Panda tersebut dapat berpengaruh terhadap harga timah dunia. Permintaan naik, harga pun mengikuti.

Namun bangkitnya harga timah siang ini tak lepas dari kabar terbaru ini menyebutkan bahwa pejabat senior dari bank sentral China memperingatkan risiko ekonomi saat ini yang terpukul dalam beberapa bulan terakhir karena gelombang baru virus Corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) yang membuat pemerintah mengambil langkah membatasi mobilitas masyarakat.

Bank sentral juga akan memandu bank kebijakan dan bank komersial China untuk mendukung proyek infrastruktur, yang biasanya diandalkan oleh pembuat kebijakan untuk memacu pertumbuhan, karena permintaan domestik berkurang.

Namun, harga timah dunia berhasil bangkit setelah kabar terbaru Presiden Joko Widodo kembali memberikan sinyal akan melarang ekspor logam timah.

Menurut data Fitch Solution, Indonesia adalah produsen tambang timah terbesar kedua di dunia. Pada 2021, jumlah produksi tambang timah Indonesia sebesar 83.000 ton. Jumlah ini setara dengan 26% total produksi tambang dunia.

Mengutip data OEC World, Indonesia berkontribusi terhadap 34,1% nilai ekspor timah dunia pada 2020. Nilainya mencapai US$ 1,29 miliar atau Rp19,22 triliun (kurs Rp14.900/US$).

Para pelaku pasar menjadi cemas bahwa pasokan timah akan berkurang, meskipun dari sisi permintaan yang tertekan karena perlambatan ekonomi global. Dampaknya adalah harga timah dunia yang melonjak.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa laporan inflasi di AS juga semakin meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed, bank sentral Amerika, akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuan 20-21 September.

Inflasi yang melonjak dan suku bunga yang dikhawatirkan memicu resesi global membuat harga timah tak mampu menanjak. Saat resesi terjadi, ekonomi akan mandek. Begitu juga dengan aktivitas industri yang jadi konsumen timah. Akibatnya permintaan timah diramal masih akan lesu dan belum mampu bangkit seperti kondisi sebelum perang terjadi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum) Next Article Melesat! Harga Timah 'Terbang' 3% Lebih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular