Abis Nanjak 2% Lebih, Kini Harga CPO Mager Gerak!
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) stagnan di sesi perdagangan Selasa (13/9/2022), setelah melesat 2% lebih. Apa pemicunya?
Mengacu pada Refinitiv, harga CPO pada sesi awal perdagangan stagnan di MYR 3.683/ton pada pukul 08:35 WIB.
Wang Tao, Analis komoditas Reuters menilai bahwa harga CPO akan menguji titik resistance di MYR 3.738/ton, penembusan di atas dapat menyebabkan kenaikan ke kisaran MYR 3.783-3.855/ton.
Pada Senin (12/9), minyak kelapa sawit berjangka ditutup melesat 2,45% menjadi MYR 3.683/ton (US$ 817,77/ton) dan menjadi kenaikan secara harian terbesar sejak 1 bulan terakhir karena ditopang oleh meningkatnya ekspor CPO dan ringgit Malaysia yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Surveyor Kargo AmSpec Agri melaporkan ekspor CPO Malaysia pada periode 1-10 September 2022, naik 9,3% dari 339.669 ton menjadi 371.091 ton jika dibandingkan dengan periode yang sama bulan Agustus 2022.
Menurut Refinitiv Commodities Research bahwa ringgit Malaysia yang terkoreksi terus-menerus terhadap si greenback juga memicu pembelian karena harga CPO menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang asing. Pada Senin (12/9), ringgit Malaysia terpantau terkoreksi 0,06% ke MYR 4.505/US$.
Selain itu, harga CPO juga terkerek naik karena harga minyak saingannya berakhir menguat. Harga CPO kerap dipengaruhi oleh laju harga minyak saingan karena mereka bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar di pasar nabati global.
Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade ditutup naik 0,2% pada Senin (12/9).
Namun, Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) mengumumkan persediaan CPO Malaysia membengkak 18,16% menjadi 2,09 juta ton dan menjadi posisi tertinggi dalam 33 bulan. Hal tersebut dipicu oleh produksi CPO yang naik 9,7% karena musim puncak produksi sedang berlangsung.
Kepala Riset Sunvin Group Anilkumar Bagani menilai bahwa laju CPO masih dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang membuat harga CPO lebih murah dari harga minyak saingan, sehingga permintaan akan terus ada, meskipun stok di pasar nabati membengkak dari Indonesia dan Malaysia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)