
CPO Bikin Taipan RI Tajir, Tapi Harga Sahamnya So-so

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelapa sawit dan produk hasil turunannya yakni crude palm oil (CPO) telah lama menjadi sumber utama pundi-pundi kekayaan taipan RI. Mayoritas konstituen daftar 50 orang terkaya di RI versi Forbes diketahui ikut berbisnis di sektor tersebut dengan paparan yang tidak sedikit.
Meski demikian saat ini, harga saham emiten sawit kembali mendingin setelah sempat melonjak tajam pada paruh pertama tahun ini. Kenaikan tersebut terjadi seiring pulihnya kondisi ekonomi global dan kelangkaan minyak nabati yang sempat terjadi akibat konflik di Eropa Timur, di mana Ukraina merupakan salah satu produsen utama minyak nabati dunia.
Akan tetapi seiring dengan pulihnya rantai pasok global dan tersedianya pilihan alternatif bagi minyak nabati yang membuat pasokan kembali melimpah, harga CPO perlahan mulai turun dari level tertinggi yang dicatatkan sehari setelah pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan larangan ekspor CPO yang bertahan selama sekitar satu bulan.
Posisi tertinggi CPO sempat ditutup di harga MYR 7.104/ton di bursa Malaysia. Akan tetapi pada penutupan pekan lalu, harga CPO diperdagangkan di harga MYR 3.594/ton atau melemah nyaris setengahnya dari posisi tertinggi tahun ini. Harga tersebut juga telah melemah nyaris seperempat atau 23% sejak awal tahun (ytd).
Senda dengan pergerakan CPO, kinerja saham-saham emiten sawit juga mulai berguguran dan akhirnya memangkas kenaikan signifikan pada paruh pertama tahun ini.
Saat ini memang masih terdapat sejumlah emiten yang sahamnya naik signifikan. Akan tetapi pemain utama dengan kapitalisasi pasar jumbo tercatat hanya mampu naik tipis atau malah mencatatkan pengembalian negatif sejak awal tahun (ytd).
Emiten sawit besar yang sahamnya terkoreksi sejak awal tahun termasuk AALI milik Grup Astra, DNSG milik Grup Triputra TP Rachmat dan LISP milik Anthoni Salim.
Adapun emiten besar lain seperti SIMP milik Grup Salim mengalami kenaikan tipis. Sedangkan TAPG milik TP Rachmat, SMAR milik keluarga Widjaja dan Sampoerna Agro milik Grup Sampoerna tercatat masih mencatatkan pengembalian positif yang relatif lebih baik tapi masih lebih kecil daro 20%.
Adapun emiten sawit dengan kenaikan signifikan sebagian besar diisi oleh emiten yang relatif lebih kecil, seperti GZCO milik Tjandra Mindharta Gozali dan Prajogo Pangestu. Selanjutnya ada PGUN milik Haji Isam dan UNSP milik Grup Bakrie yang juga masih mencatatkan pengembalian ytd fantastis.
Kinerja Keuangan Masih Oke
Secara total, gabungan pendapatan 14 emiten yang telah melaporkan kinerja keuangannya hingga pertengahan bulan lalu mengalami kenaikan di kuartal kedua (April-Juni) tahun ini. Meski sempat menghadapi larangan ekspor selama kurang lebih satu bulan, pendapatan emiten sawit naik 2,05% secara kuartalan (qtq), sedangkan secara tahunan (yoy) tumbuh 26%.
Sementara itu dari bottom line, secara tahunan (yoy) laba bersih gabungan 14 emiten tersebut naik tajam hingga 83% dari semula hanya Rp 1,89 triliun sepanjang bulan April hingga Juni tahun lalu dan kini menjadi Rp 3,46 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Buka Keran Ekspor CPO, Saham Emiten Sawit Terbang
