
Komisi Gojek-Grab Dipangkas, Apa Efek ke Driver dan Konsumen?

Komisi Balik Lagi buat Insentif Driver
Biaya aplikasi juga digunakan aplikator seperti Gojek dan Grab untuk membiayai subsidi dan bantuan bagi para pengendaranya. Mulai dari insentif yang bersifat bonus dari performa pengendara, hingga yang bersifat membantu kebutuhan biaya operasional, seperti diskon voucher internet, pemeliharaan kendaraan, bantuan untuk pengendara seperti sembako, dan voucher belanja kebutuhan sehari hari. Artinya dari imbal jasa yang diterima melalui biaya aplikasi, aplikator-aplikator juga tetap 'mengembalikan' sebagian dari jumlah tersebut, kepada pengemudi dalam bentuk insentif.
Sebab itu, berkurangnya biaya jasa aplikasi berpotensi mengakibatkan perusahaan mengurangi dukungan bagi insentif biaya operasional para pengendara. Sehingga berpotensi mengurangi kemampuan aplikator untuk menopang keekonomian dari semua pihak yang ada di dalam ekosistemnya.
Padahal, menurut DBS Group Research dalam riset berjudul "Ride-sharing Profitable of Not?, disebutkan bahwa dua kunci utama yang bisa menopang bisnis aplikator penyedia jasa on-demand agar bisa untung ialah dominasi bisnis dan skala usaha. Dominasi bisnis di kota-kota utama memungkinkan perusahaan teknologi, dalam hal ini Gojek dan Grab sebagai penyedia layanan ini bisa menurunkan biaya penjualan dan pemasaran, serta bisa memberikan insentif juga kepada pengguna.
Komisi untuk Kenyamanan Layanan dan Proteksi Konsumen-Driver
Biaya sewa aplikasi, umumnya digunakan oleh perusahaan penyedia jasa ojol untuk berinovasi dalam menghadirkan produk baru yang bisa memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kenyamanan konsumen, mulai dari program promosi hingga asuransi kecelakaan.
Selain itu, mengutip situs resmi Uber, biaya sewa aplikasi atau services fee juga digunakan salah satunya untuk mensubsidi perjalanan-perjalanan jarak dekat sehingga membuat tarif menjadi lebih terjangkau bagi konsumen. Ini tampaknya belum banyak disadari oleh para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, konsumen, dan driver itu sendiri.
Di Indonesia, GoTo, induk usaha dari Gojek, Tokopedia, dan GoTo Financial (GTF), dalam laporan keuangan di kuartal kedua (Q2) 2022 melaporkan sudah menggelontorkan Rp 3,6 triliun untuk biaya promosi dan insentif. Sedangkan Grab mengeluarkan US$ 415 juta atau setara dengan Rp 6,2 triliun (kurs Rp 14.900/US$) untuk promosi konsumen dan insentif pengendara di dalam laporan keuangan Q2-2022.
![]() |
![]() |
Biaya ini ternyata juga diinvestasikan kembali oleh perusahaan untuk pengembangan teknologi yang menjangkau seluruh aspek layanan bagi konsumen dan pengendara. Contohnya teknologi yang membantu melindungi kerahasiaan data pribadi (data privacy), perlindungan konsumen, pemeliharaan aplikasi, dan banyak contoh lainnya yang menjamin kepuasan konsumen.
Biaya pengembangan ini juga membutuhkan investasi yang besar dan bersifat on-going cost atau biaya yang terus berjalan dikarenakan adanya kebutuhan pemeliharaan dan pengembangan yang selalu terjadi. GoTo, induk usaha Gojek, merogoh hingga Rp 2,1 triliun untuk biaya pengembangan produk di Q2-2022.
Dengan cara ini diharapkan perusahaan dapat memperoleh dampak multiplier. Karena dengan menghadirkan kenyamanan dan menjadi solusi dari kebutuhan konsumen, maka semakin banyak permintaan yang bisa didapatkan, sehingga memberikan penghasilan yang lebih besar bagi para pengemudi.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Komisi Menopang Belasan Juta UMKM
(pap)