Breaking! Harga Timah Ambrol Nyaris 3%, Ini Penyebabnya

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
31 August 2022 16:39
An excavator loads soil onto a truck at PT Timah's open pit mine in Pemali, Bangka island, Indonesia, July 25, 2019. REUTERS/Fransiska Nangoy
Foto: Ilustrasi: Sebuah excavator memuat tanah ke sebuah truk di tambang terbuka PT Timah di Pemali, Pulau Bangka, Indonesia, 25 Juli 2019. REUTERS / Fransiska Nangoy

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah dunia terpantau melemah pada sesi perdagangan hari ini pasca kepala bank sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell memperingatkan bahwa AS akan mengalami periode 'kesakitan' akibat pertumbuhan ekonomi yang lambat. Sementara, konsumen utama yakni China masih dalam pembatasan Covid-19.

Harga timah di pasar logam dunia, London Metal Exchange (LME) pada Rabu (31/8/2022), pukul 16.15 WIB tercatat US$ 23.050 per ton, ambrol 2,55% dibandingkan harga penutupan kemarin yakni US$ 23.652 per ton.

Sentimen yang membuat harga tembaga turun datang dari The Fed yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) untuk pertemuan kebijakan ketiga berturut-turut pada bulan September karena berupaya memerangi inflasi. Powell juga mengatakan The Fed tidak akan segera memutar balik kebijakan moneter sampai inflasi terkendali.

Pejabat The Fed menduga bahwa tanda-tanda pelandaian inflasi belum akan terjadi dalam waktu dekat dan inflasi belum mencapai puncaknya. Alhasil, harapan Powell akan sedikit mengendurkan kenaikan suku bunga pun sirna, resesi Negeri Paman Sam semakin di depan mata.

Kekhawatiran resesi AS tentunya membuat negara-negara di dunia ikut ketar-ketir. Termasuk pula China di mana penguncian terus-menerus akibat Covid-19 di China pada akhirnya melemahkan permintaan timah.

Kekhawatiran tentang permintaan China diperkuat setelah otoritas kesehatan menutup pasar elektronik terbesar di dunia yaitu Huaqiangbei yang terletak di Shenzhen. Sebanyak 24 stasiun kereta bawah tanah (subway) juga ditutup sementara.

Negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping itu masih saja menerapkan kebijakan tanpa toleransi (zero tolerance) terhadap Covid-19. Saat ada kluster penularan, maka jalan keluarnya selalu melakukan karantina wilayah alias lockdown.

Ini membuat perekonomian Negeri Panda maju-mundur. Saat 'keran' aktivitas masyarakat mulai dibuka, ekonomi mulai bergeliat, beberapa waktu kemudian 'digembok' lagi.

Padahal, China merupakan konsumen timah terbesar di dunia. Konsumsi timah China mencapai 216.200 ton pada tahun 2020. Sehingga permintaan dari Negeri Panda tersebut dapat berpengaruh terhadap harga timah dunia. Permintaan naik, harga pun mengikuti.

Berdasarkan laporan yang dikutip dari Reuters, Impor timah olahan China pada Juli masih anjlok 48,10% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1.430 ton. Permintaan yang melemah dari China akan mengancam harga timah.

Meskipun permintaan dari China sepanjang paruh pertama 2022 mencatatkan tren penurunan, China akan tetap menjadi konsumen timah olahan terbesar di dunia setidaknya hingga 2031.

Pendorong utama permintaan timah berasal dari industri elektronik konsumen seperti smartphonelaptop,dan tablet. Proses pembuatannya menggunakan solder yang merupakan produk hilir dari timah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking News: Harga Timah Lompat 7%!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular