Negara Ini 'Kipas-Kipas' Duit Saat RI Pusing Urusan BBM
Jakarta, CNBC Indonesia - Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar terus menjadi headline di dalam negeri.
Maklum saja, kenaikan tersebut akan memengaruhi hajat hidup banyak orang. Ketika Pertalite dan Solar dinaikkan, maka inflasi berisiko naik tinggi. Artinya, harga-harga barang, mulai dari pangan dan lainnya akan mengalami kenaikan tajam.
Masyarakat pun akan terbebani, bahasanya daya beli menurun. Jumlah penduduk miskin akan mengalami peningkatan.
Sumber dari lingkup pemerintahan kepada CNBC Indonesia mengatakan masalah kenaikan harga BBM subsidi masih dibicarakan, dan memberikan sedikit bocoran kenaikan harga.
"Kemungkinan di bawah Rp 10.000/liter," kata sumber tersebut.
Misalnya jika Petralite dinaikkan menjadi Rp 10.000/liter, maka kenaikannya sekitar 30%. Kenaikan tersebut akan sama dengan tahun 2013 dan 2014 ketika pemerintah menaikkan BBM Premium masing-masing sekitar 30%. Kala itu, jumlah penduduk miskin langsung meningkat drastis.
Pada 2013, pemerintah menaikkan BBM Premium sebesar 30% pada bulan Juni 2013, harga pangan yang masuk dalam inflasi harga bergejolak melesat 11,46% year-on-year (yoy) di bulan yang sama. Sebulan setelahnya inflasi harga bergejolak makin tinggi 16,2%.
Alhasil, jumlah penduduk miskin meningkat tajam. Pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 28,07 juta orang. Pada September naik menjadi 28,55 juta orang, atau bertambah 480.000 orang.
Setahun kemudian, pemerintah sukses menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi 27,73 juta orang, atau berkurang 820.000 orang pada September 2014.
Namun, pemerintah kembali menaikkan harga Premium sebesar 34% pada November 2014, inflasi kembali meroket, jumlah penduduk miskin pun kembali bertambah.
Berdasarkan data dari BPS, pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin sebanyak 28,59 juta orang, bertambah 860.000 orang dibandingkan September 2014.
Melihat korelasi tersebut, bukan tidak mungkin kenaikan harga BBM Pertalite akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 1 juta orang.
Di sisi lain, jika tidak dinaikkan maka keuangan negara akan terancam karena beban subsidi yang mencapai ratusan triliun.
Subsidi energi yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membengkak hingga Rp 502,4 triliun, bahkan ada potensi pembengkakan hingga Rp 700 triliun.
"Kalau harga minyak terus naik, maka kita perkirakan subsidi itu harus nambah lagi bahkan bisa mencapai Rp 196 triliun, di atas Rp 502 triliun. Subsidi naik mendekati Rp 700 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu.
Tingginya harga minyak mentah dunia menjadi penyebab pemerintah pusing mengenai urusan BBM. Di sisi lain, justru ada negara yang "kipas-kipas duit" dengan harga minyak mentah saat ini. Bahkan, akan semakin diuntungkan jika harga minyak mentah tetap tinggi.
Arab Saudi salah satunya. Pendapatan Arab Saudi dari minyak mentah di kuartal II-2022 sebesar US$ 66,8 miliar, meroket 89% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara sepanjang semester I-2022, pendapatannya sebesar US$ 116 miliar, melesat 75% dari semester I-2021
Sektor minyak mentah berkontribusi sebanyak 46% dari produk domestik bruto (PDB), sehingga adanya peningkatan pada produksi dan ekspor ikut mendorong pertumbuhan ekonominya. Badan Statistik Arab Saudi melaporkan PDB Arab Saudi pada kuartal II-2022 melesat hingga mencapai 11,8%.
Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan tahunannya berjudul World Economic Outlook 2022memperkirakan bahwa ekonomi Arab Saudi akan menjadi yang tercepat tingkat pertumbuhannya di dunia.
Harga minyak mentah baik itu jenis West Texas Intermediate (WTI) dan Brent sebenarnya sudah menurun belakangan ini. Brent berada di dekat US$ 90/barel, WTI seperti biasa beberapa dolar AS di bawahnya.
Penurunan tersebut terjadi merespon kemungkinan terjadinya kesepakatan nuklir antara Iran dengan AS. Jika itu terjadi, embargo minyak mentah Iran bisa dicabut, dan bisa lebih banyak melakukan ekspor. Suplai di pasar akan bertambah, sehingga harganya turun.
Namun, Arab Saudi bermanuver, Menteri Energi Abdulaziz bin Salman mengatakan rencananya untuk menstabilkan harga minyak mentah yang sempat turun. Ia menyarankan OPEC dan sekutunya untuk memangkas produksi demi mengerek harga.
Harga minyak mentah pun kembali naik, Brent kini berada di kisaran US$ 100/barel.
Dengan harga minyak mentah yang tinggi, kantong Arab Saudi akan semakin tebal, sementara Indonesia semakin pusing dengan urusan BBM.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/luc)