
Manuver Isu Minyak! Arab Saudi Makin Kaya, Negara Lain Merana

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kembali ditutup naik pada perdagangan Rabu (24/8), setelah Arab Saudi menyarankan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) untuk memangkas produksi.
Pada Rabu (24/8), harga minyak mentah dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) berakhir naik 34 sen menjadi US$ 95,23/barel, sedangkan jenis Brent menguat 51 sen dan dibanderol US$ 101,73/barel dan menjadi posisi tertinggi selama tiga pekan.
Kenaikan pada harga minyak mentah dunia terjadi setelah Menteri Energi Arab Saudi Abdulaziz bin Salman mengatakan rencananya untuk menstabilkan harga minyak mentah yang sempat turun. Ia menyarankan OPEC dan sekutunya untuk memangkas produksi demi mengerek harga.
Selain itu, kesepakatan nuklir antara Iran dengan AS akan berpotensi untuk membawa kembali minyak Iran ke pasar. Faktor lainnya seperti potensi resesi hingga pemeliharaan kilang minyak mentah telah mendorong harga minyak mentah lebih rendah dalam beberapa pekan terakhir, sehingga ikut memicu OPEC+ untuk membuat kebijakan.
Diketahui, harga minyak mentah dunia telah ambles di beberapa pekan terakhir ke US$ 95/barel dari US$ 120/barel karena perlambatan ekonomi China dan potensi resesi global yang terus membayangi.
Lantas, seberapa keuntungan Arab Saudi dari melonjaknya harga minyak dunia?
Saat perang Rusia-Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022 lalu, negara Barat dan Uni Eropa kemudian melarang minyak mentah Rusia, sehingga harga minyak mentah dunia pun melonjak karena persediaan minyak mentah di pasar menjadi lebih sedikit.
Padahal, jika melansir data BP Statistical Review 2021, produksi minyak Rusia merupakan terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Arab Saudi dan berkontribusi sebanyak 12,1% dari total produksi minyak dunia.
Dengan begitu, negara Barat dan sekutunya pun meminta OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mentah untuk mengisi kekosongan pasokan dunia.
Berdasarkan data dari Organization of The Petroleum Exporting Country bahwa produksi minyak mentah dari Arab Saudi meningkat dari bulan ke bulan hingga pada Juni 2022, di tengah lonjakan harga minyak mentah karena dampak perang Rusia-Ukraina.
Tidak hanya itu, nilai ekspor minyak mentah dari Arab Saudi juga meningkat. Central Department of Statistics & Information melaporkan ekspor minyak mentah per Juni 2022 mencapai SAR 117,7 miliar dan menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017. Porsi ekspor minyak mentah tersebut juga mendominasi total ekspor Arab Saudi sebesar 79,7% dan melesat 719% dari bulan sebelumnya di 2021.
Pendapatan Arab Saudi dari minyak mentah di kuartal II-2022 sebesar US$ 66,8 miliar, meroket 89% dari periode yang sama tahun lalu. Sementara sepanjang semester I-2022, pendapatannya sebesar US$ 116 miliar, melesat 75% dari semester I-2021
Sektor minyak mentah berkontribusi sebanyak 46% dari produk domestik bruto (PDB), sehingga adanya peningkatan pada produksi dan ekspor ikut mendorong pertumbuhan ekonominya. Badan Statistik Arab Saudi melaporkan PDB Arab Saudi pada kuartal II-2022 melesat hingga mencapai 11,8%.
"Pertumbuhan dinamis ini terutama disebabkan oleh peningkatan aktivitas terkait minyak sebesar 23,1%," tulis badan tersebut.
Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan tahunannya berjudul World Economic Outlook 2022 memperkirakan bahwa ekonomi Arab Saudi akan menjadi yang tercepat tingkat pertumbuhannya di dunia.
IMF memprediksikan hingga akhir tahun 2022, PDB Arab Saudi akan berada di 7,6%. Pertumbuhan tersebut menjadi yang tertinggi di antara ekonomi dunia yang meliputi ekonomi maju maupun ekonomi negara berkembang.
IMF menilai pertumbuhan ekonomi Arab Saudi ditopang oleh harga minyak mentah yang tinggi serta peningkatan produksinya dan memprediksikan peningkatan pada surplus transaksi berjalan hingga 17,4% dari PDB dan inflasi bertahan di 2,8%.