Manuver Isu Minyak! Arab Saudi Makin Kaya, Negara Lain Merana

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
26 August 2022 06:15
Infografis, 9 Negara Ini di Ujung Tanduk
Foto: Infografis/ 9 Negara Ini di Ujung Tanduk/ Edward Ricardo

Sanksi yang diberikan Amerika Serikat (AS) dan sekutu ke Rusia membuat harga minyak mentah melambung. Krisis energi pun melanda hingga membuat inflasi semakin meninggi.

Kenaikan harga komoditas dunia tentunya dapat menekan ekonomi dari negara-negara yang bergantung dengan impor. Negara-negara di Eropa sudah merasakannya, krisis energi, inflasi yang tinggi juga melanda. 

Inflasi di Jerman sendiri pada bulan Juli tercatat sebesar 7,5% yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, sementara di zona euro sebesar 8,9% yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. 

Kemudian, di Inggris inflasi melesat 10,1% (yoy) menjadi yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Sri Lanka menjadi contoh yang paling parah. Ketergantungan impor menjadi salah satu penyebab Sri Lanka tak mampu membayar utangnya hingga mengalami krisis ekonomi dan bangkut.

Diketahui, Sri Lanka sangat bergantung pada impor bahan-bahan pertanian dan bahan bakar. Sehingga, ketika harga komoditas global meninggi, maka akan membebani biaya impor.

Biaya impor yang kian membengkak telah mengikiskan cadangan devisanya, sehingga Sri Lanka tidak memiliki mata uang yang cukup untuk membayar impor bahan bakar dan solar. Pemerintahnya terpaksa menghentikan penjualan bahan bakar minyak (BBM) ke masyarakat biasa.

Pada 4 Juli 2022, Menteri Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera, mengeluarkan peringatan atas stok bahan bakar negara yang mengatakan hanya ada cukup bensin yang tersisa untuk kurang dari satu hari di bawah permintaan reguler, dengan pengiriman berikutnya tidak akan jatuh tempo selama dua minggu lagi.

Ditambah dengan harga minyak mentah dunia yang meroket membuat harga BBM dalam negeri pun juga melambung. Akibatnya inflasi Sri Lanka kembali menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di Juli 2022 ke 60,8%, sementara inflasi pangan meningkat hingga 90,9%.

Bensin di Sri LankaFoto: Sunday Times, Ceylon Petroleum

Bagaimana dengan Indonesia?

Melonjaknya harga minyak mentah dunia juga berimbas pada harga BBM dalam negeri, pemerintah pun boncos menanggulangi subsidi.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengatakan bahwa harga BBM jenis RON 90 atau Pertalite seharusnya dibanderol dengan nilai Rp 17.100/liter, tapi harga saat ini masih di Rp 7.650/liter. Artinya ada selisih Rp 9.450/liter yang harus ditanggung oleh pemerintah dengan subsidi.

Hal tersebut membuat belanja negara pun membengkak, hingga menyentuh Rp 520 triliun. Angka subsidi tersebut melampaui rencana APBN untuk subsidi energi di Rp 152,5 triliun.

Diketahui, Pertalite berkontribusi sebanyak 80% dari total konsumsi BBM di dalam negeri. Sedangkan jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bensin memiliki bobot 4% terhadap inflasi.

Sehingga, adanya kenaikan pada harga BBM khususnya Pertalite akan membuat inflasi RI meningkat. Jika harga BBM naik 10%, maka angka inflasi dapat naik hingga 0,4 poin persentase. Namun, jika harga BBM naik 30%, maka inflasi bisa terdorong 1,2 poin persentase.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa APBN 2022 tidak kuat lagi untuk menahan kenaikan harga BBM.

Seperti diketahui, harga minyak mentah di pasar global masih berada di level US$ 100 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) masih dipatok US$ 63 per barel. Sehingga, ada selisih yang cukup banyak untuk setiap barelnya.

Namun, pemerintah telah mengungkapkan skenario terburuk apabila harga BBM yang khususnya Pertalite naik, dengan memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat kelas bawah.

Dana tersebut berasal dari sisa program penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) dengan jumlah Rp 18 triliun. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aaf/aaf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular