
Eropa Kian Mengkhawatirkan, Terancam 'Kiamat Gas'

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang musim dingin, Eropa kembali menghadapi risiko krisis energi. Pasalnya, pipa gas Nord Stream 1 yang membawa gas Rusia ke negara dengan ekonomi terbesar di Eropa akan melakukan pemeliharaan.
Eropa tengah dilanda krisis energi yang dipicu oleh terbatasnya pasokan dari Rusia, serta meningkatnya permintaan di tengah pemulihan dari pandemi dan musim panas yang panas dan kering yang telah meningkatkan kebutuhan akan pendinginan. Negara-negara sedang mengatur strategi untuk menghemat gas menjelang musim dingin, menempatkan gas sebanyak mungkin ke tempat penyimpanan.
Perlu diketahui,Rusia menyumbang 55% dari impor gas Jerman pada 2021. Meskipun angka itu turun menjadi 40% pada kuartal I-2022, Menteri Ekonomi Robert Habeck mengatakan Jerman tidak akan bisa secara penuh melepas ketergantungannya dari pasokan gas Rusia sebelum pertengahan 2024.
Bukan hanya Jerman, kebanyakan negara di Eropa memang bergantung kebutuhan gasnya pada Rusia. Mengutip dari laporan International Energy Agency (IEA), Pada tahun 2021 Eropa mengimpor rata-rata lebih dari 380 juta meter kubik (mcm) per hari gas melalui pipa dari Rusia, atau sekitar 140 miliar meter kubik (bcm) untuk tahun secara keseluruhan.
Selain itu, sekitar 15 bcm disalurkan dalam bentuk liquefied natural gas (LNG). Total 155 bcm yang diimpor dari Rusia menyumbang sekitar 45% dari impor gas UE pada tahun 2021 dan hampir 40% dari total konsumsi gasnya.
Pekerjaan pemeliharaan yang tidak terjadwal ini nyatanya semakin memperdalam perselisihan gas antara Rusia dan Uni Eropa dan memperburuk risiko resesi dan kekurangan musim dingin.
Pekerjaan pemeliharaan pipa Nord Stream 1 ini cukup membuat Eropa ketar-ketir karena selama masa perbaikan aliran gas dari pipa Nord Stream 1 yang dikelola Gazprom akan dihentikan selama 3 hari dari 31 Agustus hingga 2 September.
Melansir dari CNBC International, harga gas alam Eropa melonjak pada Senin (22/8/2022) setelah raksasa energi milik negara Rusia Gazprom mengatakan akan menutup satu-satunya infrastruktur gas terbesar di Eropa itu selama tiga hari dari akhir bulan.
Sebagai akibat dari meningkatnya kekhawatiran bahwa pengiriman Rusia akan berkurang dari level yang sudah rendah, harga gas Eropa dan harga listrik tahun depan mencapai level tertinggi baru pada hari Senin, memperburuk krisis energi.
Harga gas bulan depan di pusat TTF Belanda, patokan Eropa untuk perdagangan gas alam, melonjak 19% pada Senin mencapai 291,5 euro atau setara dengan US$ 291,9 per megawatt jam. Pada Senin (22/8/2022) harga gas Eropa acuan Belanda tercatat pada rekor tertinggi Euro 278/megawatt hour, naik22% dibandingkan hari sebelumnya. Meskipun pada Selasa (23/8/2022) harga gas mencatatkan penurunan ke Euro 2260/megawatt hour yang masih pada level yang tinggi.
Lonjakan harga yang terjadi tentunya mendorong tagihan rumah tangga, mendorong inflasi ke level tertinggi dalam beberapa dekade dan menekan daya beli masyarakat.
Harga gas Eropa telah mencatat rekor dalam beberapa hari terakhir di tengah ketidakpastian dengan pasokan pipa Rusia, gelombang panas mendorong permintaan listrik, dan pada saat yang sama membatasi output dari sumber bahan bakar lainnya.
Pekan lalu, patokan gas Eropa diperdagangkan setara dengan US$ 410 per barel minyak. Rekor ini dipecahkan pada hari Senin karena Eropa, terutama Jerman, bersiap untuk tidak ada pasokan dari Rusia sama sekali setelah pemeliharaan
Komunikasi terbaru dari raksasa gas Rusia membuat Eropa khawatir bahwa pasokan melalui Nord Stream sekarang hanya 20% dari kapasitas pipa akan dipotong lebih lanjut atau dihentikan sama sekali.
Aliran melalui Nord Stream telah berkurang sejak pertengahan Juni setelah pemeliharaan terjadwal rutin terus berlanjut di atas turbin gas yang diperbaiki oleh Siemens tetapi tidak pernah dioperasikan kembali.
Investor menjadi cemas aliran gas Rusia ke Eropa akan macet. Hal ini yang membuat gas alam Eropa saat ini meroket dan berpotensi untuk berlanjut.
"Situasi geopolitik yang sangat tidak terduga dan risiko eskalasi lebih lanjut dan sanksi baru kemungkinan akan mendukung harga lebih lanjut," kata analis di Refinitiv dalam laporan pagi.
Menurut kabar, Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk melarang kapal Rusia dari pelabuhan. Ini akan menjadi sentimen yang kuat untuk harga gas. Selain itu risiko kerusakan pipa minyak dan gas di Ukraina karena perang yang sedang berlangsung masih tinggi.
Jika harga gas tetap melambung, krisis energi di Eropa bisa terjadi. Sebab sumber energi Eropa saat ini banyak berasal dari gas alam dan mulai meninggalkan energi fosil, terutama untuk pembangkit listrik dan kebutuhan rumah tangga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Berulah Lagi, Jerman Terancam Lumpuh!
