BI Beri 'Jamu Pahit', Apa Baik Buruknya Menurut Pasar?

Market - Teti Purwanti, CNBC Indonesia
24 August 2022 10:42
Gedung BI Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar keuangan tampaknya mengapresiasi kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan. Meskipun kebijakan tersebut tak popular bagi pelaku dunia usaha, tetapi ini merupakan langkah antisipatif yang dilakukan mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pangan yang memicu laju inflasi. 

Kemarin, BI menaikan suku suku bunga acuan, BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%, Selasa (23/8/2022).

Menurut Helmy Kristanto, Equity Research Division Head BRI Danareksa mengatakan langkah BI secara tiba-tiba menaikkan 7DRRR untuk memitigasi risiko kenaikan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan inflasi pangan yang bergejolak.

"Fungsi intermediasi perbankan diharapkan tetap ada kuat dengan likuiditas yang cukup, sementara BI juga memilih untuk menjual SBN ( secara jangka pendek) di pasar sekunder dalam upaya untuk meningkatkan daya tarik hasil untuk memikat arus masuk portofolio. Kenaikan suku bunga juga dilihat sebagai awal dari kenaikan harga BBM bersubsidi," jelas Helmy dalam laporannya, Rabu (24/8/2022).

Helmy juga memprediksi September akan menjadi titik awal kenaikan suku bunga. Langkah ini juga dapat dianggap sebagai pre-emptive dan melihat ke depan untuk mengurangi tren naik di inti dan inflasi yang diharapkan, secara bertahap menjauh dari sikap pro-pertumbuhan sebelumnya.

Dalam laporannya, BRI Danareksa setidaknya menemukan tiga pesan utama dari kenaikan BI Rate. Pertama, Meningkatnya risiko inflasi inti dan ekspektasi. Kedua, pengaturan pertumbuhan ekonomi yang kuat. Ketiga, stabilitas nilai tukar mata uang rupiah.

"Dengan dilatarbelakangi kondisi global yang tidak menentu, BI akan terus menggunakan Kebijakan Tiga Intervensi sebagai alat utama untuk menstabilkan nilai tukar dan untuk mendukung fungsi pasar," tegas Helmy.

Sehubungan dengan dampak kenaikan suku bunga, terhadap suku bunga pinjaman, BI tetap yakin bahwa likuiditas perbankan yang cukup akan mendukung lebih lanjut perbaikan fungsi perantara. Insentif yang diberikan oleh Pemerintah, BI dan OJK juga akan mendukung perbaikan lebih lanjut dalam pertumbuhan kredit.

Apalagi, secara keseluruhan permintaan kredit tetap menggembirakan, terutama kredit UMKM yang tumbuh sebesar 18,08% dengan total pertumbuhan kredit untuk semua jenis kredit mencapai 10,71% pada Juli 2022.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga BI juga dilihat sebagai awal dari potensi
kenaikan harga BBM bersubsidi, yang akan berdampak langsung dan cukup besar berdampak pada tren inflasi secara keseluruhan. Dengan demikian, tingkat kenaikan harga perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kemampuan mengelola angka fiskal dan potensi permintaan agregat yang lebih lemah.

"Asumsi kasus dasar kami adalah kenaikan Rp 1.000 dalam harga Pertalite akan menyebabkan kenaikan inflasi 1% sekaligus mengurangi pertumbuhan konsumsi menjadi 5,2% di kuartal III (dari ekspektasi sebelumnya sebesar 6,2%," pungkas Helmy.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyebut BI masih masih memiliki ruang terbuka untuk kembali menaikkan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), tahun ini.

"Secara keseluruhan, kami melihat BI masih memiliki ruang untuk menaikkan BI-7DRRR hingga 50 bps (maksimal 4,25%) di sisa tahun 2022," paparnya.

Dari sisi eksternal, potensi kenaikan dipicu oleh ketidakpastian mengenai melonjaknya inflasi global, yang mengarah pada normalisasi moneter global yang lebih agresif dan lebih cepat dari perkiraan, terus berlanjut.

Kondisi ini berkembang menjadi ketakutan akan resesi global yang memicu sentimen risk-off dan aliran modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara itu, dari sisi domestik, Andry mengemukakan inflasi headline pada 22 Juli melonjak menjadi 4,94% yoy, di atas kisaran sasaran inflasi BI 2% - 4% untuk bulan kedua berturut-turut.

Meskipun inflasi inti tetap di bawah 3% yoy pada 22 Juli, dia menambahkan pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dari perkiraan dan didorong oleh permintaan di kuartal II-2022 menunjukkan bahwa permintaan domestik terus meningkat di semester 2- 2022 karena membaiknya mobilitas publik atau pelonggaran PPKM.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan tingkat inflasi akan terus meningkat. Kami melihat tekanan inflasi akan bertahan dan meningkat di 2H22, terutama setelah pemerintah memberikan sinyal untuk menaikkan harga BBM (Pertalite dan solar) minggu ini," ujarnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Terungkap! Rahasia BI Tak Mau Kerek Suku Bunga Acuan Kayak AS


(hps/hps)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading