Simak! BI Kasih Bocoran Kapan Suku Bunga Acuan Naik

Market - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
25 July 2022 18:15
Gedung BI Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan dasar otoritas moneter tersebut mengambil kebijakan suku bunga acuan adalah dengan melihat beberapa komponen yang ada, termasuk inflasi inti atau core inflation di dalam negeri.

Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Wira Kusuma menjelaskan, saat ini proses pemulihan ekonomi sedang berlangsung. Dengan perkembangan harga komoditas global yang meningkat, membuat kinerja ekspor Indonesia membaik.

"Ekspor masih menjadi sumber pertumbuhan hingga saat ini," jelas Wira dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (25/7/2022).



Seperti diketahui, nilai ekspor Indonesia pada Juni 2022 tercatat sebesar US$ 26,09 miliar atau naik 40,68% dibandingkan tahun lalu atau year on year (yoy) dan naik 21,3% secara bulanan atau month on month. Sementara impor mencapai US$ 21 miliar. Sehingga surplus kembali terjadi dengan besaran kali ini US$ 5 miliar.

Lebih lanjut Wira bilang, dasar kebijakan suku bunga acuan yang dilakukan oleh BI salah satunya adalah melihat perkembangan inflasi, terutama inflasi inti.

"Sumber inflasi adalah supply. Hal itu tak bisa dijawab dengan kenaikan suku bunga. [...] Sampai kapan kita mempertahankan suku bunga? Tergantung perkembangan inflasi inti," jelas Wira.

"Apakah inflasi inti akan meningkat terus karena ekspektasi inflasinya atau dari nilai tukar rupiah yang terdepresiasi. Atau dari perkembangan domestik demand yang terlalu kuat. Di sana lah BI akan menaikkan suku bunga, tergantung beberapa indikator tersebut," kata Wira melanjutkan.



Sebelumnya, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan mempertahankan BI7DRR konsisten dengan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga, di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

"Inflasi inti yang masih dalam sasaran dan risiko perlambatan ekonomi itu yang mempengaruhi kenapa masih mempertahankan BI Rate 3,5%," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (21/7/2022).

Perry menjelaskan, inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada bulan Juni tercatat 4,35% secara tahunan (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,55% (yoy).



Menurut Perry, inflasi IHK yang mencapai 4,35% tersebut diakibatkan volatile food sebagai dampak harga pangan global dan gangguan mata rantai pasokan. Serta disebabkan karena harga energi dan listrik yang tidak disubsidi juga ikut naik.

Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga sebesar 2,63% (yoy), kata Perry menunjukkan permintaan di dalam negeri meskipun meningkat, namun diimbangi dengan peningkatan produktivitas. "Ini kenapa inflasi inti masih terkelola," jelas Perry.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Perang & The Fed Agresif, Rupiah Bisa ke Atas Rp 15.000/USD?


(cap/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading