Lengkap! Alasan BI Tahan Suku Bunga 5,75% di Maret 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75% pada keputusan hasil Rapat Dewan Gubernur 15-16 Maret 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, alasan bank sentral untuk mempertahankan BI7DRR, karena sejalan dengan stance kebijakan moneter yang preemptive dan forward looking, untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.
"Bank Indonesia meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75% memadai untuk mengarahkan inflasi inti dan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen)," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (16/3/2023).
Perry bilang, akan mengarahkan inflasi inti tetap berada pada kisaran 3% plus minus 1% pada Semester I-2023 dan inflasi IHK kembali ke dalam sasaran 3% plus minus 1% pada Semester II-2023.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah.
"Sekali lagi, kebijakan BI khususnya suku bunga didasarkan pada ekspektasi dan proyeksi inflasi ke depan, dan terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi, tidak one to one korelasi dengan Fed Fund Rate, kita punya otonomi dari kebijakan moneter kita," jelas Perry.
Perry menjelaskan, untuk bacaan mengenai kebijakan The Fed, BI akan menggunakan suatu baseline skenario naik 5,25% bahkan berpotensi mencapai 5,5%.
"BI selalu membuat skenario baseline yang probabilitasnya di atas 75%, kami gunakan yang semua 5% kami naikkan 5,25% baseline skenario. Ada potensial skenario 50% sampai 75% bisa naik 5,5%," kata Perry lagi.
Adapun untuk pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2023 dapat mencapai 2,6% sejalan dengan dampak positif pembukaan ekonomi China dan penurunan disrupsi suplai global.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa lebih baik dari proyeksi sebelumnya dan diikuti oleh risiko resesi yang menurun. Perbaikan prospek ekonomi global tersebut diperkirakan menaikkan harga komoditas non-energi, di tengah harga minyak yang menurun akibat berkurangnya disrupsi suplai.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat didorong oleh peningkatan permintaan domestik dan ekspor. Dengan berbagai perkembangan ekspor hingga aliran masuk dana asing, pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan akan bias ke atas dalam kisaran 4,5-5,3%.
Adapun nilai tukar rupiah terjaga sejalan dengan langkah stabilisasi BI di tengah kembali meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Sejalan dengan pelemahan hampir seluruh mata uang dunia akibat peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, nilai tukar Rupiah pada 15 Maret 2023 sedikit terdepresiasi sebesar 0,75% secara point-to-point dibandingkan dengan level akhir Februari 2023," jelas Perry.
Secara year-to-date, nilai tukar Rupiah pada 15 Maret 2023 menguat 1,32% dari level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan apresiasi Rupee India sebesar 0,16%, serta depresiasi Baht Thailand dan Ringgit Malaysia masing-masing sebesar -0,04% dan -1,80%.
"Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang tinggi, inflasi yang rendah, surplus transaksi berjalan, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," jelas Perry.
[Gambas:Video CNBC]
Suku Bunga Acuan Naik Lagi, Apa Kabar Bunga Kredit Bank?
(cap/cap)