Jakarta, CNBC Indonesia - Badai PHK masih belum beranjak dari perusahaan teknologi ternama. Saat berbagai perusahaan kesulitan mendapatkan karyawan baru, Amazon, Oracle, dan Microsoft malah memberhentikan pekerja. Apa yang terjadi?
Saat pandemi virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menyerang hampir semua sektor ekonomi jatuh. Namun, berbeda dengan sektor teknologi yang cemerlang kala itu.
Tuntutan untuk tidak melakukan mobilisasi membuat permintaan akan perangkat teknologi meningkat seiring pergeseran gaya hidup. Saat inilah perusahaan sektor teknologi ketiban cuan gede-gedean.
Dalam pemenuhan permintaan, kapasitas produksi harus ditingkatkan. Makannya sepanjang pandemi perusahaan teknologi merekrut pekerja dengan cepat.
Masanya telah berubah. Sekarang, ada kekhawatiran akan resesi dan inflasi yang sangat tinggi mampu mengurangi pengeluaran konsumen. Ini membuat banyak dari perusahaan teknologi ingin memangkas biaya dan menopang modal.
Misalnya Amazon yang memiliki karyawan hampir dua kali lipat lebih banyak selama beberapa tahun terakhir karena kebutuhan menambah staf gudangnya dalam memenuhi permintaan pelanggan. Sekarang memotong pekerja, mengumumkan bulan lalu bahwa mereka mengurangi jumlah karyawannya sebanyak 99.000 orang menjadi 1,52 juta.
Adapun Shopify mulai menambah pekerja pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas pertumbuhan jumlah toko dan restoran yang beralih ke digital selama lockdown karena penularan virus Covid- 19. Namun, pada Juli perusahaan mengumumkan akan memecat sekitar 1.000 orang. CEO Shopify Tobi Lutke, dalam sebuah catatan kepada karyawan, mengakui bahwa dia salah menghitung berapa lama ledakan e-commerce yang dipicu pandemi akan berlangsung.
Kondisi pasar tenaga kerja saat ini lebih rumit. Saat sektor teknologi ingin memecat karyawannya, sektor lain susah mencari tambahan pekerja. Salah satu penyebabnya adalah perubahan demografi juga berperan dalam gambaran tenaga kerja saat ini .
Profesor manajemen Universitas George Washington Christopher Kayes menunjukkan bahwa kebijakan imigrasi yang dibatasi telah menyebabkan lebih sedikit pekerja
Alasan lain adalah sejumlah besar orang yang pensiun, dan pensiun lebih awal sejak pandemi. Itu semua menghambat pasikan pekerja yang tersedia untuk peningkatan jumlah pekerjaan yang telah diciptakan seiring pertumbuhan ekonomi.
"Ketika Anda menggabungkan pertumbuhan pekerjaan dengan kumpulan tenaga kerja yang lebih kecil dan pekerja yang lebih selektif tentang pekerjaan mereka ambil, Anda akan mengalami ketidakcocokan ini," kata Kayes.
Dannie Combs, kepala keamanan informasi di Donnelley Financial Solutions, mengatakan dia belum pernah melihat lingkungan seperti ini. Dia bekerja di Austin, Texas "dan tidak ada resesi di sini yang bisa saya lihat.
Ada ribuan pekerjaan yang tersedia." Pada saat yang sama, dia menyadari bahwa inflasi adalah faktor yang tidak dapat disangkal bagi perusahaan, dan dia harus "kreatif dalam paket kompensasi kami dan penawaran kami dalam hal lokasi dan fleksibilitas."
Sanjay Macwan, chief information officer dan kepala petugas keamanan informasi di Vonage, mengatakan transformasi digital yang telah meledak selama beberapa tahun terakhir secara alami membutuhkan dan menarik sejumlah besar pekerja teknologi terampil sehingga ada ruang untuk mengurangi jumlah karyawan.
Pada saat yang sama, industri seperti ritel , maskapai penerbangan, dan jasa yang bisnisnya jatuh selama pandemi sekarang berjuang untuk mencari pekerja. "Ada banyak gesekan di industri-industri itu," ujar Macwan.
"Pekerja dapat dilecehkan dan dilecehkan oleh pelanggan, jadi mereka pergi dan pergi ke tempat lain dan itu membuat perekrutan semakin sulit."
Bahkan di tengah PHK dan gejolak tenaga kerja, Combs dan Macwan sama-sama optimistis di bidang teknologi dalam jangka panjang. Kata Combs: "Dalam segmen seperti teknologi, saya masih percaya bahwa ada peluang tanpa akhir."