Kalau DMO Dihapus, Sederet Taipan Ini Makin Tajir!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan sedang mengkaji penghapusan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Ada sejumlah faktor yang mendorong wacana ini.
Pemerintah tengah berupaya mempercepat kegiatan ekspor CPO untuk mengurangi persediaan CPO dalam negeri yang membengkak hingga 7,1 juta ton. Selain itu, pemerintah juga berusaha mendorong harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani, supaya bisa di atas Rp 2.000 per kilogram.
Pasalnya, pabrik di Indonesia mulai berhenti membeli TBS ke petani karena tangki persediaan penuh, sehingga harga TBS anjlok. Akhirnya, pemerintah pun harus mempercepat kegiatan ekspor CPO.
Salah satunya dengan memotong pungutan pajak ekspor yang dimulai pada 15 Juni hingga 31 Agustus 2022. Namun, kebijakan tersebut tampaknya belum berdampak signifikan sehingga pemerintah pun kini sedang menimbang rencana untuk menghapuskan kebijakan DMO dengan syarat pengusaha CPO dapat berkomitmen untuk tetap menjaga persediaan dalam negeri.
Makin Tajir
Jika kebijakan DMO dihapus, otomatis keran ekspor terbuka. Tak menutup kemungkinan, produsen CPO dapat meningkatkan volume ekspor dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja perseroan. Jika kondisi ini terjadi, tak bisa dipungkiri para taipan di balik perusahaan CPO menjadi salah satu yang diuntungkan.
Berikut deretan taipan yang mengumpulkan pundi-pundi keuangannya dari bisnis perkebunan.
Keluarga Widjaja
Keluarga Widjaja merupakan pemilik Sinar Mas Group yang memiliki unit usaha agribisnis di bawah naungan Sinar Mas Agro Resources and Tech Tbk (SMAR).
Melansir laporan keuangan kuartal I-2022, SMAR telah memproduksi CPO dan produk turunannya sebanyak 114.866 ton dengan kontribusi 15% pada total penjualan.
Sementara itu, penjualan bersih domestik senilai Rp 9,37 triliun dan jumlah penjualan bersih ekspor mencapai Rp 8 triliun. Dengan begitu, SMAR berhasil membukukan penjualan senilai Rp 17,4 triliun pada kuartal I-2022, melesat 54% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
SMAR juga mencatatkan pendapatan perusahaan menjadi Rp 57 triliun yang naik 41%.
Tahun lalu, kekayaan keluarga Widjaja yang mewarisi kerajaan bisnis Eka Tjipta Widjaja yang meninggal pada Januari 2019 di usia 98 tahun ditaksir mencapai US$ 9,7 miliar atu setara dengan Rp 134 triliun.
Adapun produk hasil pengolahan kelapa sawit yang dijual dalam produk kemasan di dalam negeri meliputi Filma, Mitra, Kunci Mas, dan Palmvita.
Keluarga Salim
Grup Salim merupakan salah satu konglomerat terkaya dan tertua di Indonesia. Grup Salim memiliki dua emiten di sektor kelapa sawit meliputi PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Kedua emiten tersebut mencatatkan kinerja yang cukup solid.
SIMP membukukan penjualan sebesar Rp 4,04 triliun pada kuartal I-2022, turun 14% dari Rp 4,69 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Meski begitu, laba bruto mencapai Rp 1,34 triliun atau tumbuh 28% secara tahunan dan laba usaha naik 47% secara tahunan.
Sementara LISP masih mengalami penurunan pada penjualannya hingga 36% pada kuartal I-2022 dari Rp 1.196 miliar ke Rp 765 miliar.
Meski begitu, Anthoni Salim dan keluarganya yang merupakan pemilik Grup Salim masih dinobatkan majalah Forbes sebagai orang terkaya nomer 3 di Indonesia. Total kekayaan keluarga Salim mencapai US4 8,5 miliar atau setara dengan Rp 127,6 triliun (asumsi Rp 14.995/US$).
Adapun produk minyak dalam kemasan seperti Happy, Bimoli dan Delima.
Grup Astra
Astra juga ikut terjun dalam industri agribisnis khususnya kelapa sawit di bawah naungan PT Astra Lestari Tbk (AALI).
AALI telah memproduksi CPO sebanyak 286.000 ton pada kuartal I-2022 dan mencatatkan peningkatan pendapatan bersih senilai Rp 6,6 triliun yang melesat 30,7% secara tahunan. Angka tersebut telah dikurangi oleh pungutan ekspor dan pajak ekspor sebesar Rp 228 miliar pada kuartal I-2021.
Sejalan, laba bersih juga melesat 198,1% menjadi Rp 483,45 miliar dari Rp 162,43 miliar.
Grup Sampoerna
Grup Sampoerna memang terkenal dengan produk tembakaunya, tapi tampaknya mereka tidak mau kehilangan pangsa pasar pada sektor CPO yang dinilai cukup menjanjikan. Di bawah naungan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO).
Pada kuartal I-2022, SGRO telah memproduksi CPO sebanyak 67.000 ton dengan pendapatan Rp 1,25 triliun, turun 6% dari kuartal yang sama pada tahun lalu di Rp 1,33 triliun.
Meski begitu, laba SGRO justru mengalami peningkatan sekitar 17% menjadi Rp 249,16 miliar ke Rp 212,57 miliar.
Tahun lalu, kekayaan Putra Sampoerna ditaksir mencapai US$ 1,84 miliar atau setara Rp 27,5 triliun.
Group Triputra
Melalui PT Dharma Satya Nusanatara Tbk (DSNG) dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) Group Triputra ikut meramaikan kompetisi usaha agribisnis Indonesia.
DSNG di sepanjang kuartal I-2022 telah membukukan laba sebesar Rp 209 miliar atau melonjak 110% dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena ditopang oleh harga CPO yang melonjak di awal tahun.
TAPG juga berhasil mencatatkan laba periode berjalan hingga akhir Juni 2022 senilai Rp 1,77 triliun, naik 338,51% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 405,89 miliar.
Seiring dengan hal tersebut, penjualan perseroan juga melesat hingga 61,56% menjadi Rp 4,61 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 2,85 triliun. Penjualan kelapa sawit dan inti kelapa berkontribusi pada pendapatan senilai Rp 4,57 triliun atau naik 63,19% dari sebelumnya Rp 2,8 triliun.
Kekayaan TP Rachmat juga ikut meningkat tajam, dari semula berada di peringkat 15 dengan kekayaan US$ 2,84 miliar tahun lalu, kini berdasarkan data dari Forbes kekayaannya telah naik menjadi US$ 3,3 miliar dan berada di posisi kedelapan.
(aaf/aaf)