Dolar AS Sudah di Atas Rp 15.000, Dolar Singapura-Australia?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 July 2022 10:28
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun depresiasi rupiah tidak berhenti sampai di situ.

Pada Rabu (27/7/2022) pukul 09:57 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 15.020 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,17% dibandingkan posisi penutupa perdagangan hari sebelumnya.

Di hadapan dolar lainnya, rupiah juga lesu. Terhadap dolar Singapura, rupiah mengalami depresiasi.

Pada pukul 09:59 WIB, SG$ 1 tercatat Rp 10.805,76. Mata uang Tanah Air melemah 0,16%.

Rupiah masih menjalani tren pelemahan di hadapan dolar Singapura. Dalam sebulan terakhir, rupiah melemah 0,93% dan selama setahun ke belakang terdepresiasi 1,06%.

Halaman Selanjutnya --> Inflasi dan Suku Bunga Tak Mampu Selamatkan Dolar Australia

Akan tetapi, rupiah masih mampu membukukan apresiasi di hadapan dolar Australia. Pada pukul 10:06 WIB, AU$ 1 dibanderol Rp 10.397,43 di mana rupiah menguat tipis 0,06%.

Kabar seputar inflasi di Australia tidak membuat rupiah gentar. Biro Statistik Austrialia melaporkan laju inflasi pada kuartal II-2022 tercatat 6,1% year-on-year (yoy). Ini adalah rekor tertinggi sejak 2001.

Kelompok bahan makanan membukukan inflasi 5,9 yoy, tertinggi sejak 2011. Kemudian kelompok transportasi inflasinya 13,1% yoy, perumahan 9%, tembakau dan minuman beralkohol 2,2%, perabot rumah tangga 6,3%, rekreasi 4,5%, kesehatan 2,4%, serta keuangan dan asuransi 3,4%.

Perkembangan ini semakin membuat pasar yakin bahwa bank sentral Australia (RBA) akan kian agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan RBA akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin (bps) pada pertemuan awal bulan depan.

Mestinya sentimen kenaikan suku bunga acuan bisa menjadi 'obat kuat' bagi mata uang suatu negara. Namun bagi Australia, yang terjadi adalah sebaliknya.

Sebab, ada kekhawatiran kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi bisa membuat ekonomi Negeri Down Under terancam. Risiko resesi tidak bisa dikesampingkan karena ekonomi bakal sulit tumbuh saat suku bunga tinggi.

"Terlalu tinggi (menaikkan suku bunga acuan) bisa menyebabkan resesi. Namun terlalu rendah membuat masalah inflasi tidak teratasi. Jalan yang ada begitu sempit," tegas Paul Bloxham, Ekonom HSBC, kepada Reuters.

Ancaman resesi yang menghantui Australia membuat investor cenderung hati-hati untuk masuk ke pasar keuangan negara tersebut. Pelaku pasar sepertinya masih lebih memilih Indonesia, ini yang membuat rupiah mampu menguat di hadapan dolar Australia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular