Dunia Makin 'Gelap'! Amerika Serikat & Eropa Mengkhawatirkan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 July 2022 12:25
Bendera Amerika Serikat
Foto: Bendera Amerika Serikat (AP Photo/Charlie Riedel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian global semakin 'gelap', resesi sepertinya tinggal masalah waktu saja. Rilis data ekonomi dari Amerika Serikat (AS) menunjukkan aktivitas bisnis mengalami kontraksi pertama dalam dua tahun terakhir. Hal yang sama juga mengalami hal yang sama. Alhasil, risiko terjadinya resesi dunia semakin membesar.

Isu resesi dunia membuat aset-aset berisiko kesulitan menguat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berkali-kali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di atas 7.200 berbalik jeblok, hingga sempat menyentuh level 6.500.

Rupiah juga kesulitan menguat, dan saat ini masih di dekat Rp 15.000/US$.

S&P Global pada Jumat (22/7/2022) melaporkan rilis awal purchasing managers' index (CPI) komposit Juli turun menjadi 47,5 dari sebelumnya 52,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Aktivitas bisnis terdiri dari dua sektor, manufaktur dan jasa. Sektor manufaktur masih berekspansi sebesar 52,3, menurun dari sebelumnya 52,7 Sementara sektor jasa merosot hingga menjadi 47, dari sebelumnya 52,7.

"Rilis awal PMI Juli menunjukkan kemerosotan yang mengkhawatirkan. Jika tidak memasukkan periode lockdown akibat pandemi Covid-19, output mengalami penurunan yang paling tajam sejak 2009, saat krisis finansial global," kata Chris Williamson, S&P Global Chief Business Economist, sebagaimana dilansir Reuters Sabtu, (25/7/2022).

Di zona euro, PMI komposit juga mengalami kontraksi akibat kemerosotan sektor manufaktur. PMI komposit Juli tercatat sebesar 49,4, turun dari bulan lalu 52. Angka pada bulan ini menjadi yang terendah sejak Februari 2021.

Amerika Serikat merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, zona euro yang terdiri dari 19 negara berada di urutan kedua. Beberapa raksasa ekonomi tergabung di zona euro yakni Jerman, Prancis dan Italia.

Ketika Amerika Serikat dan zona euro mengalami resesi, maka dunia juga terancam mengalami hal yang sama. Apalagi, perekonomian China juga mengalami pelambatan akibat masih terus menerapkan lockdown, meski sebagian wilayah saja.

Hasil polling Reuters menunjukkan probabilitas sebesar 40% Amerika Serikat mengalami resesi 12 bulan ke depan, dan 50% dalam dua tahun ke depan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sepertiga Warga AS Merasa Resesi Sudah Terjadi

Survei yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda juga Bloomberg mengutip hasil survei yang dilakukan CivicScience pada bulan lalu menunjukkan sepertiga warga Amerika Serikat percaya perekonomian sudah mengalami resesi saat ini.

Selain itu warga negeri Paman Sam saat ini merasa kondisi ekonomi saat ini lebih susah.

Hal tersebut terlihat dari Indeks Kesengsaraan (Misery Index) yang mengukur tingkat kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat juga mulai menanjak. Data ini dipublikasikan oleh Federal Reserve Economic Data (FRED), mencapai 12% pada Mei lalu.

Level yang sama terjadi pada awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) dan awal krisis finansial 2008.

Artinya, tingkat kesulitan ekonomi yang dirasakan sama seperti sebelum krisis finansial global dan awal pandemi Covid-19, dan keduanya berujung pada resesi Amerika Serikat.

Secara umum, suatu negara dikatakan mengalami resesi jika PDB berkontraksi dalam dua kuartal beruntun secara tahunan.

National Bureaus of Economic Research(NBER) AS memiliki definisi lain yang lebih komprehensif dalam memandang resesi.

Versi NBER resesi adalah penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran.

Pasar tenaga kerja Amerika Serikat memang masih kuat, tetapi tidak dengan daya beli masyarakat.

Dengan inflasi yang mencapai 9,1% sementara rata-rata kenaikan upah 5,2%, artinya daya beli masyarakat tergerus cukup signifikan. Dengan kenaikan gaji bukannya bisa membeli lebih banyak barang, tetapi masih harus mengambil tabungan untuk memenuhi kebutuhan.

"Masyarakat semakin miskin. Jadi ini bukan resesi, tetapi benar-benar terasa seperti resesi," kata Ludovic Subran, kepala ekonom di Allianz SE, sebagaimana dilansir Bloomberg, Rabu (6/7/2022).

Konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 70% terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Ketika tergerus, maka resesi akan semakin dekat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular