
RI Butuh Suku Bunga Rendah Buat Bangkit dari 'Kubur'

Inflasi inti Indonesia menembus 2,63 % (yoy) pada Juni lalu. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Mei 2020 (2,69%).
Perry menjelaskan inflasi inti masih terjaga meskipun ke depannya inflasi umum akan melejit.
BI memperkirakan inflasi Indonesia akan menyentuh 4,5-4,6% pada tahun ini, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yakni 4,2%.
Namun, inflasi lebih dipengaruhi oleh lonjakan harga pada kelompok volatile dan harga diatur pemerintah seperti kenaikan harga BBM non-subsidi.
Perry menegaskan BI hanya akan berpegang pada laju inflasi inti dalam menentukan suku bunga. Pasalnya, inflasi inti lebih mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran di dalam ekonomi nasional.
"Inflasi inti 2,63% menunjukkan meskipun permintaan di dalam negeri meningkat, tapi diiringi produkitivitas yang meningkat. Ini kenapa inflasi inti masih terkelola," tutur Perry.
Dia menambahkan tekanan inflasi ke depan bersumber dari penawaran, dari harga pangan dan energi non-subsidi. Inflasi yang bersumber dari permintaan atau inti masih terkendali.
"Inflasi inti masih di batas sasaran 2-4% dalam arti belum melebihi 4%," ujarnya.
Perry mengakui ada tekanan terhadap rupiah. Namun, tekanan tersebut tidak hanya dialami mata uang Garuda tetapi mata uang negara lain. Depresiasi rupiah (4,9%) masih lebih kecil dibandingkan ringgit Malaysia (6,4%), bhat Thailand (8,88%), atau rupee India (7,07%).
Dia menambahkan kinerja positif transaksi berjalan juga diyakini akan menopang stabilitas rupiah ke depan. Transaksi berjalan diperkirakan akan bergerak di kisaran surplus 0,3% hingga defisit 0,5% dari PDB pada tahun ini.
(mae/mae)