Jakarta, CNBC Indonesia - Jajaran Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027 telah resmi dilantik pada pagi hari ini, Rabu (20/7/2022).
Serah Terima Jabatan (Sertijab) Anggota Dewan Komisioner OJK pun telah dilakukan. Ketua Dewan Komisioner OJK Periode 2017-2022, Wimboh Santoso menyampaikan sejumlah laporan kepada Ketua Dewan Komisioner OJK Periode 2022-2027, Mahendra Siregar.
"Dapat kami tegaskan kembali bahwa selama periode 2017-2022, stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang OJK No. 21 tahun 2011 Pasal 4 dan 5 yang menyebutkan bahwa tugas OJK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Wimboh dalam Sertijab Anggota DK OJK, Rabu (20/7/2022).
Wimboh menambahkan, "terjaganya stabilitas sistem keuangan terutama selama masa pandemi merupakan upaya yang luar biasa dari kita semua dan hasil sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan."
Menurutnya, kebijakan OJK di masa pandemi yang forward looking dan extraordinary mengacu pada hasil monitoring dan surveillans sektor jasa keuangan dalam rangka memitigasi berbagai risiko yang kemungkinan muncul, terutama terkait dengan terganggunya fungsi intermediasi sektor jasa keuangan, dan terjadinya permasalahan para pengusaha (debitur) sektor jasa keuangan yang berdampak pada kemampuan pengusaha untuk membayar kewajiban kepada sektor jasa keuangan yang kemudian dapat menimbulkan instabilitas.
"Kebijakan-kebijakan tersebut dituangkan dalam beberapa Peraturan OJK (POJK) yang dipantau dan diawasi implementasinya secara berkala agar implementasinya tetap konsisten dan dapat dilakukan penyempurnaan apabila terdapat kendala dari lembaga jasa keuangan dalam pelaksanaannya," ujar Wimboh.
Fungsi pengawasan terintegrasi yang merupakan wadah koordinasi antara sektor perbankan, pasar modal, IKNB dan market conduct dalam rangka perlindungan konsumen sudah berjalan dengan baik, sebagaimana amanat Pasal 5 UU OJK, di mana pengawasan terintegrasi berada di bawah koordinasi Kepala Eksekutif yang membawahi Entitas Utama.
"Terdapat 16 konglomerasi keuangan yang memenuhi kriteria aturan pengawasan terintegrasi, yaitu total aset lebih dari Rp 100 triliun dan memiliki kegiatan bisnis pada lebih dari satu jenis lembaga jasa keuangan," ujarnya.
Adapun total aset 16 konglomerasi keuangan tersebut sebesar Rp 7.996 triliun atau 60,86% dari total aset sektor jasa keuangan.
Melalui pengawasan terintegrasi tersebut, treatment terhadap kondisi individual lembaga keuangan yang berada dalam satu grup dapat diidentifikasi potensi yang menimbulkan permasalahan di kemudian hari dan perlakuan terhadap pelaku pasar modal dapat dilakukan secara konsisten lintas sektor yang didukung dengan perlindungan konsumen.
Pada akhir tahun ini, pelaksanaan kebijakan makrofinansial konsolidasi bank baik untuk bank umum dan BPR telah berjalan dengan baik sesuai dengan tahapan menuju modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun.
Namun demikian, Wimboh menyampaikan terdapat beberapa isu spesifik di sektor jasa keuangan yang membutuhkan perhatian terutama di masa pandemi yang masih berlangsung sampai sekarang.
Isu tersebut yakni di perbankan, selama 5 tahun ini, kondisi status pengawasan bank sudah semakin membaik. Hal ini tercermin dari kinerja perbankan di mana kredit per Mei 2022 tumbuh 9,03% yoy (10,25% yoy per Juli 2022 versi LHBU) dan untuk ytd per 6 Juli 2022 telah tumbuh sebesar 6,05%.
Rasio kecukupan modal per Mei-22 tercatat meningkat di level 24,74% dengan profil risiko perbankan juga masih berada di bawah threshold yaitu 3,04%.
"Integritas pasar modal terjaga dengan baik dan volatilitas tetap terkendali, di antaranya melalui berbagai kebijakan seperti buyback tanpa RUPS, dan penyesuaian mekanisme trading halt dan berbagai kebijakan lainnya," jelas Wimboh.
Dengan demikian, perlahan IHSG dan kapitalisasi pasar kembali pulih dari titik terendahnya di tanggal 24 Maret 2020 sebesar 3.937 dan pernah mencapai titik tertinggi di tanggal 21 April 2022 sebesar 7.276 di mana terkoreksi menjadi 6.659 per 18 Juli 2022.
Proses reformasi IKNB yang telah dilaksanakan akan terus berlangsung dengan sangat baik. Hal ini tercermin dari kinerja individual lembaga asuransi dan lembaga pembiayaan yang menunjukkan pertumbuhan.
"Namun demikian, dengan adanya episode baru terkait ketidakstabilan ekonomi global, diperlukan due dilligence dan penanganan yang lebih terperinci, sebagaimana disampaikan oleh Bapak Presiden pada saat kami menghadap pada tanggal 13 Juli 2022 dalam rangka memitigasi dampak scarring effect di sektor keuangan pada periode pandemi," ujar Wimboh.
Sebagai informasi, nominal kredit restru COVID 19 secara terus-menurus menunjukkan penurunan di mana per Mei-22 turun sebesar Rp 10,13 triliun menjadi Rp 596,25 triliun. Perbankan terus meningkatkan Rasio CKPN secara gradual yang tercatat meningkat pada Mei'22 sebesar 20,43% (Apr'22:19,42%).
Dalam rangka memaksimalkan pengawasan dan memastikan kualitas industri P2P Lending, OJK telah melakukan moratorium sejak bulan Februari 2020.
Melalui moratorium tersebut, kualitas P2P Lending di bawah pengawasan OJK semakin baik dan jumlahnya menurun menjadi 102 penyelenggara (per Mei 2022) sejalan dengan perbaikan yang dilakukan oleh OJK.
"Transformasi digital di sektor jasa keuangan juga menjadi fokus perhatian kami selama 5 tahun ini," jelas Wimboh.
OJK mendukung adanya inovasi produk dan layanan keuangan digital di sektor jasa keuangan, di antaranya melalui penerbitan ketentuan yang akomodatif dan pembukaan Fintech Center sehingga lembaga jasa keuangan dapat menghasilkan produk/layanan keuangan digital yang mudah diakses, murah dan berkualitas bagi masyarakat.
Dukungan kebijakan yang akomodatif tertuang dalam beberapa Roadmap Transformasi Digital diantaranya Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia, Roadmap Inovasi Keuangan Digital, dan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan.
Selain itu, juga telah dikeluarkan POJK 12 dan 13 tahun 2021 yang menyediakan kerangka pengaturan terkait bank digital dan produk digital di perbankan dan penyempurnaan POJK mengenai pengelolaan peer-to-peer lending.
Selain transformasi digital, OJK juga turut mendukung agenda Pemerintah dalam penanganan climate change dengan menyelenggarakan berbagai inisiatif yang mendukung agenda global penanganan perubahan iklim. Keseluruhan upaya tersebut tertuang dalam Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II tahun 2021- 2025.
Selain itu, OJK telah menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia yang akan menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mengambil kebijakan maupun implementasinya dalam sektor jasa keuangan.
Pembentukan Bank Wakaf Mikro di seluruh wilayah Indonesia juga telah dilakukan untuk memperluas akses keuangan dan pembinaan terhadap UMKM. Sebagai informasi pada saat ini telah didirikan 62 BWM di seluruh Indonesia dan akan terus ditingkatkan pengawasan dan efektivitasnya.
"Selain penanganan perlindungan konsumen dan pelaksanaan market conduct, OJK dan Kementerian/Lembaga terkait melalui wadah Satgas Waspada Investasi terus melakukan penanganan dan penindakan kepada investasi bodong dan pinjaman online ilegal yang meresahkan konsumen," jelas Wimboh.
Selain itu, telah dilakukan juga berbagai upaya reformasi dan penguatan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan yang meliputi reformasi sektor IKNB melalui penguatan regulasi di antaranya Penguatan Regulasi Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), regulasi terkait tingkat kesehatan di sektor IKNB dan pengawasan berbasis teknologi di sektor IKNB.
Selanjutnya, penerbitan ketentuan terkait pengembangan bank digital di Indonesia, penerbitan ketentuan terkait penerapan hak suara multipel (Multiple Voting Shares) untuk meningkatkan jumlah IPO perusahaan rintisan di bursa Indonesia.
Penerbitan ketentuan baru terkait P2P Lending dalam rangka meningkatkan penerapan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen, serta penajaman pengawasan market conduct yang disertai peningkatan kualitas pelayanan pengaduan konsumen sektor jasa keuangan melalui berbagai kanal.
Selain sejumlah pencapaian bersama tersebut, Wimboh mengatakan dirinya juga menyadari masih terdapat isu fundamental yang perlu ditangani bersama ke depan, di mana saat ini terdapat pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Reformasi Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Dirinya menyebut tantangan ke depan seperti ketidakstabilan ekonomi global, normalisasi kebijakan di negara maju, hyperinflation, terganggunya global supply chain, penanganan perubahan iklim, masih perlu diwaspadai dengan pengambilan kebijakan di sektor fiskal, moneter, dan keuangan yang terukur.
"Untuk itu, kami yakin dan percaya berbagai pencapaian yang telah dicapai di masa lalu akan dapat tetap berlanjut di periode berikutnya. Sekiranya terdapat ruangruang penyempurnaan, tentu hal tersebut dapat terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi serta kepentingan bangsa dan negara ke depan," ujarnya.
"Semoga kiranya seluruh insan OJK dapat terus berkembang lebih baik ke depan, dan di bawah kepemimpinan segenap Anggota Dewan Komisioner OJK Periode 2022- 2027 ini dapat membawa lembaga untuk terus mampu memenuhi amanah Undang-Undang tentang OJK dan harapan seluruh stakeholder agar OJK terus meningkatkan kontribusinya bagi bangsa dan negara."