Newsletter

Setelah Kinerja Terpuruk Pekan Lalu, Akankah IHSG Bangkit?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
18 July 2022 06:16
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pekan lalu tidak sedang bergairah. Kinerja mingguan pasar saham turun untuk ketiga kalinya secara berunutun. Sementara itu, rupiah berhasil menyentuh Rp 15.000/US$, terlemah dalam dua tahun terakhir.

Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,31% secarapoint-to-point. Pada perdagangan Jumat (8/7/2022). Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup longsor 0,57% di 6.651,9. 

Pelemahan pada pekan ini disebabkan karena kondisi makroekonomi global yang masih belum menentu, sehingga investor tidak akan mempertahankannya dalam waktu yang lebih lama.

Ancaman resesi global membuat para pemilik modal bergidik yang ujungnya berimbas negatif bagi pasar keuangan Tanah Air. Perekonomian dunia sedang bergejolak akibat inflasi yang tinggi yang direspon dengan agresifnya kenaikan suku bunga bank sentral membuat resesi kian nyata.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Amerika Serikat (AS) meroket 9,1%year-on-year(yoy) pada Juni, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 8,6% dan konsensus 8,8%. Sementara Inflasi inti, yang mengecualikan barang dengan harga volatil seperti makanan dan energi, juga melambung sebesar 5,9%. melampaui estimasi yang memperkirakan angka 5,7%. Inflasi inti dianggap mencerminkan daya beli masyarakat.

Dengan inflasi yang semakin menggila, bank sentral AS diperkirakan akan semakin agresif lagi dalam menaikkan suku bunga.

The Fed di bawah Jerome Powell berencana menaikkan suku bunga 50 - 75 basis poin di bulan ini. Namun, pasar kini melihat bank sentral paling powerful di dunia ini bahkan melihat kenaikan bisa sampai 100 basis poin.

Menurut perangkat FedWatch milik CME group, para pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 70,9% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin menjadi 2,5% - 2,75%. Sementara 29,1% memperkirakan kenaikan suku bunga akan sebesar 75 bps.

Dengan alasan yang sama, mata uang rupiah sepanjang pekan lalu pun melemah.

Melansir dari Refinitiv pada pekan ini, rupiah melemah 0,10% ptp di hadapan dolar AS. Pada perdagangan Jumat (15/7/2022) rupiah ditutup melemah 0,03% di level Rp 14.990/US$. 

Di tengah isu resesi yang menggebu, kabar baik datang dari neraca perdagangan Indonesia selama semester I-2022 berhasil mencapai US$ 24,89 miliar.

Capaian positif ini disebabkan oleh durian runtuh atau lonjakan harga komoditas internasional dalam beberapa tahun terakhir. Khususnya pada ekspor andalan Indonesia seperti batu bara, bauksit, nikel, tembaga hingga minyak kelapa sawit.

Surplus neraca dagang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ancaman resesi. Khususnya pada kuartal II-2022.

Lantas sentimen apa yang patut dicermati pekan ini?

Bursa saham Amerika Serikat tertunduk lesu minggu ini. Inflasi yang makin memanas juga membuat uang investor di aset berisiko bisa "kebakaran".

Dow Jones turun 0,17% ptp sepanjang pekan lalu menjadi 31.286,02. Sementara itu, S&P 500 drop 0,93% ke 3.863,16 dan Nasdaq turun 1,17% ke 11.983,62.

Pergerakan Bursa ASFoto: Investing
Pergerakan Bursa AS

Inflasi yang terlampau panas menggerakkan niat bank sentral dunia untuk menaikkan suku bunganya dengan lebih agresif.

Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserves/The Fed, bahkan sudah menaikkan suku bunganya tiga kali saat paruh pertama 2022 dan diperkirakan akan terus naik. Sebab inflasi yang terus naik.

Sebagai catatan, sudah tiga kali dalam paruh pertama 2022, bank sentral yang dipimpin Jerome Powell itu menaikkan suku bunga. Tiap kenaikan pun makin agresif. Setelah 25 bps, naik menjadi 50 bps dan terakhir 75 bps.

Selain itu, bank sentral Kanada (BOC) menaikkan suku bunga utamanya sebesar 100 bps untuk melawan inflasi. BOC menjadi negara pertama negara G7 yang melakukan kenaikan suku bunga yang agresif dalam siklus ekonomi saat ini.

Bank sentral Eropa pun sedang mempertimbangkan langkah yang sama karena inflasi yang tinggi memangkas pertumbuhan ekonomi. Uni Eropa telah memperkirakan rekor tingkat inflasi dan memangkas perkiraan PDB untuk 2022 dan 2023.

Eropa memperkirakan inflasi akan melonjak 7,6% pada 2022, lebih tinggi dari perkiraan Mei sebesar 6,1%. Pun juga memperkirakan inflasi akan naik 4% tahun depan dari perkiraan bulan Mei sebesar 2,7%.

Kenaikan suku bunga dinilai membuat ekonomi dunia bertumbuh dengan lambat bahkan terancam resesi.

The Fed merilis laporan dari 12 distrik Fed yang dikenal sebagai "Beige Book" pada Rabu (13/7) yang menunjukkan kekhawatiran terhadap potensi resesi karena inflasi yang tinggi.

"Kesimpulan untuk investor adalah kebijakan The Fed akan tetap bergantung pada data dan The Fed akan melanjutkan jalur pengetatan yang agresif sampai tekanan inflasi memuncak dengan pasti," tulis analis BCA Research di dalam risetnya dikutip CNBC International.

Dia juga menambahkan bahwa tekanan harga yang terus menerus akan menyebabkan kenaikan suku bunga acuan yang besar pada pertemuan selanjutnya di 26-27 Juli. Namun, masih ada ruang untuk perbaikan data ekonomi sebelum pertemuan pada September atau 8 pekan lagi.

Disusul oleh rilis data klaim pengangguran secara mingguan dan Indeks Harga Produsen (IHP) di Juni yang mengukur harga yang dibayar produsen untuk barang dan jasa. Kedua data tersebut akan memberikan petunjuk terhadap proyeksi ekonomi selanjutnya.

Sejak mencapai posisi tertinginya di 7.276 pada 21 April 2022, IHSG belum mampu menorehkan posisi tertinggi lagi atau higher high. IHSG cenderung menciptakan puncak yang lebih rendah (higher low) yang menjadi sinyal tren pelemahan lebih lanjut.

IHSG diperkirakan akan bergerak di rentang 6.640 - 7.240 yang merupakan titik support dan resistennya. Jika IHSG mampu tembus dari supportnya, maka posisi berikutnya adalah 6.500.

Berikut sentimen yang diperkirakan mampu mempengaruhi gerak IHSG dalam sepekan:

Pada Selasa (19/7/2022) Uni Eropa akan mengumumkan inflasi finalnya untuk Juni. Menurut jajak pendapat analis Reuters, inflasi zona Eropa akan mencapai 8,6% secara tahunan (year-on-year). Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah.

Tingginya inflasi di zona Eropa didorong oleh harga energi yang melambung. Penyebabnya adalah aliran energi dari Rusia distop sebagai sanksi terhadap Rusia yang menyerang Ukraina. Masalahnya Rusia adalah pemasok energi terbesar di Uni Eropa, sehingga pasokan pun semakin langka.

Inflasi Uni EropaFoto: tradingeconomics
Inflasi Uni Eropa


source: tradingeconomics.com

Hal ini kemudian membuat Bank Uni Eropa (ECB) diperkirakan akan menaikkan suku bunganya dari semula 0% menjadi 0,25% pada pertemuan 21 Juli nanti yang menandakan sudah meengakhiri era suku bunga rendah.

Kemudian investor juga patut mencermati rilis data klaim pengangguran AS pada pekan yang berakhir 16 Juli diperkirakan sebesar 240.000. Jumlah tersebut lebih rendah dari pekan sebelumnya sebesar 244.000.

Hal tersebut akan jadi pijakan The Fed untuk memuluskan langkah dalam menaikkan suku bunga dengan agresif karena tingkat pengangguran yang masih terjaga rendah.

Dinamika ekspektasi investor terhadap kebijakan kenaikan suku bunga The Fed masih akan membayangi pasar saham Indonesia minggu ini.

Sementara dari dalam negeri, mata investor terpusat pada Bank Indonesia yang akan mengumumkan tingkat suku bunganya pada 21 Juli.

Menurut konsesnsus analis Reuters, geng Jalan Thamrin masih akan mempertahankan kenaikan suku bunga meskipun inflasi telah mencapai 4% lebih pada Juni. Bahkan rupiah yang sudah berhasil menyentuh Rp 15.000/US$ tampaknya masih membuat Bank Indonesia masih memeprtahankan suku bunganya.

Kenaikan suku bunga acuan dapat menjadi sentimen negatif bagi pasar. Sebab kenaikan suku bunga acuan dapat menghambat laju ekspansi perusahaan karena suku bunga kredit pun juga ikut naik sehingga beban utang makin tinggi.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Rilis data NAHB Housing Market Index AS (21.00 WIB)
  • Rilis data investasi asing (22.30 WIB)

Berikut agenda korporasi yang akan berlangsung hari ini:

  • IPO PT Dewi Shri Farmindo Tbk (DEWI) pukul 09.00 WIB
  • Dividen Tunai PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI): Rp 5,7 per saham
  • RUPST dan RUPSLB PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) pukul 09.00 WIB
  • RUPST PT Perintis Triniti Properti Tbk (TRIN) pukul 10.00 WIB
  • RUPST PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) pukul 11.00 WIB
  • RUPST PT Darmi Bersaudara Tbk (KAYU) pukul 11.00 WIB
  • RUPST PT Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI) pukul 13.00 WIB
  • RUPST PT Yelooo Integra Datanet Tbk (YELO) pukul 14.00 WIB
  • RUPST PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) pukul 14.00 WIB

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2022 YoY)

5,01 %

Inflasi (Juni 2022, YoY)

4,35%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2022)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2022)

-4,65% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2022)

0,1% PDB

Cadangan Devisa (Juni 2022)

US$ 136,4 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular