Isu Resesi Bakal Dolar Australia ke Bawah Rp 10.000?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 July 2022 12:40
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesa/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesa/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu resesi terus bergulir di pasar finansial dunia dalam beberapa pekan terakhir. Tidak hanya beberapa negara, tetapi dunia diperkirakan akan mengalaminya.

Dolar Australia menjadi salah satu mata uang yang terpukul akibat isu tersebut. Senin lalu, nilainya jeblok melawan rupiah, mendekati Rp 10.000/US$. Setelahnya mata uang Negeri Kanguru ini berbalik menguat, termasuk pada perdagangan Rabu (13/7/2022).

Pada pukul 11:20 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.144/AU$, naik 0,19% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Meski menguat, di sisa tahun ini dolar Australia diperkirakan akan kembali melemah, khususnya melawan dolar Amerika Serikat (AS). Ketika dolar Australia melemah melawan dolar AS, maka terhadap rupiah juga berpeluang turun, tidak menutup kemungkinan ke bawah Rp 10.000/AU$.

Commonwealth Bank of Australia memperkirakan di akhir tahun ini dolar Australia akan melemah ke US$ 0,65. Dari level saat ini, US$ 0,67, pelemahannya akan sekitar 3% lagi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang di National Australia Bank, yang melihat isu resesi akan membuat dolar Australia terpuruk.

"Sebagai mata uang pro-growth, dolar Australia menjadi rentan akibat kekhawatiran akan reses," kata Catril, sebagaimana dilansir Bloomberg, Minggu (10/7/2022).

Australia menjadi salah satu negara yang diperkirakan akan mengalami resesi akibat tingginya inflasi, serta kebijakan bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang agresif menaikkan suku bunga.

"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).

Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan zona euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.

"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading. Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah Subbraman.

Diana Mousina, ekonom senior di AMP Australia juga menyebut kenaikan suku bunga akan berdampak pada harga perumahan, belanja konsumen dan investasi perumahan yang bisa menekan tingkat keyakinan konsumen.

Analis dari Nomura juga memasukkan Australia sebagai negara yang berisiko mengalami resesi dalam 12 bulan ke depan. Resesi akan semakin pasar jika kenaikan suku bunga sampai memicu runtuhnya pasar properti.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Naik 4 Hari Beruntun, Dolar Australia Bersiap "Terbang"?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular