Dolar AS Kian Perkasa, Dow Futures Tertekan Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) terkoreksi pada perdagangan Selasa (12/7/2022), karena kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global mengurangi permintaan terhadap aset berisiko.
Investor juga melihat prediksi untuk musim rilis kinerja keuangan yang sulit.
Kontrak futures indeks Dow Jones jatuh 226 poin atau 0,7%. Hal serupa terjadi indeks S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi yang masing-masing sebesar 0,7% dan 0,6%.
Investor tampaknya menghindari aset berisiko seperti saham demi aset safe haven seperti imbal hasil (yield) obligasi AS dan dolar AS. Yield obligasi tenor 10 tahun turun 7 basis poin (bps) menjadi 2,92%.
Indeks dolar AS yang mengukur kinerja dolar AS terhadap 6 mata uang dunia lainnya menguat 0,5% ke posisi 108,51. Keuntungan itu menempatkan euro di ambang paritas dengan dolar karena kekhawatiran resesi meningkat di Eropa.
Indeks dolar AS naik tajam 13% tahun ini. Beberapa analis telah memperingatkan keperkasaan dolar AS dapat menjadi masalah untuk musim rilis kinerja keuangan ke depannya.
"Dolar AS melonjak adalah gejala dari kegelisahan global dan akan membuat hidup lebih sulit bagi perusahaan Amerika (hambatan EPS dari FX akan menjadi sangat besar) dan penurunan mata uang lain seperti euro dan poundsterling dapat menambah tekanan inflasi di Uni Eropa dan Inggris," tutur analis Vital Knowledge Adam Crisafulli dikutip CNBC International.
PepsiCo melaporkan kinerja keuangan pada pagi hari ini waktu setempat, di mana pendapatan dan laba bersihnya berhasil melampaui ekspektasi pasar. PepsiCo juga meningkatkan proyeksi pendapatannya pada tahun ini. Delta Air Lines dan JPMorgan juga akan merilis kinerja keuangannya pekan ini.
Investor masih akan memperhatikan risiko penurunan pada perkiraan pendapatan karena perusahaan bergulat dengan kenaikan suku bunga dan tekanan inflasi yang lebih besar, serta investor memperdebatkan kemungkinan resesi.
"Perusahaan diperas di semua sisi, mereka diperas pada biaya barang dan upah dan semua hal yang masuk ke input dari tujuan atau layanan manufaktur kami. Di sisi lain, kami pikir pendapatan mulai mendatar sebelum menurun pada saat biaya bunga naik. Banyak penurunan...banyak potensi default yang berasal dari sistem sebagai akibat dari biaya yang lebih tinggi," kata Analis Marathon Asset Management Bruce Richards.
Pekan ini, investor akan fokus pada rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) per Juni yang akan dirilis pada Rabu (13/7). Angka inflasi utama yang termasuk makanan dan energi diperkirakan akan naik ke 8,8% dari posisi di bulan sebelumnya di 8,6%, jika mengacu pada perkiraan analis Dow Jones.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)