Jakarta, CNBC Indonesia - Saham dan obligasi pemerintah Tanah Air dilanda dengan koreksi, sementara nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan di awal pekan, Senin (11/7/2022).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,27% ke 6.722,15. IHSG sempat menguat di awal-awal perdagangan. Namun nahas, indeks harus tergelincir ke zona merah.
Asing kembali melanjutkan aksi jualnya di pasar saham domestik. Data perdagangan mencatat investor asing net sell sebesar Rp 251 miliar di pasar reguler.
Pergerakan IHSG juga sejalan dengan mayoritas indeks saham acuan Asia yang melemah di zona merah.
Hanya indeks Nikkei225 Jepang dan PSEi Filipina yang lolos dari koreksi dengan penguatan 1,11% dan 0,42% kemarin.
Setali tiga uang dengan saham, harga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun juga mengalami pelemahan.
Pelemahan harga SBN tenor 10 tahun tercermin dari kenaikan imbal hasil (yield) sebesar 0,4 basis poin (bps).
Sementara itu nilai tukar rupiah di pasar spot menguat tipis 0,03% ke Rp 14.970/US$. Rupiah tampak mulai menjauhi level psikologis Rp 15.000/US$.
Dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang menjadi indikator penjualan ritel tumbuh 2,9% secara tahunan.
Pertumbuhan penjualan eceran tersebut ditopang oleh penjualan kelompok barang budaya dan rekreasi, kelompok makanan, minuman dan tembakau, serta kelompok bahan bakar kendaraan bermotor.
Capaian penjualan ritel di bulan Mei lebih rendah dari perkiraan Trading Economics yang memproyeksikan tumbuh 7% secara tahunan.
Kinerja penjualan ritel bulan Juni 2022 diperkirakan BI mengalami kenaikan secara tahunan sebesar 15,4%.
Lebih lanjut dari sisi harga, responden memprakirakan tekanan inflasi pada Agustus dan November 2022 (3 dan 6 bulan yang akan datang) menurun yang diakibatkan oleh distribusi barang yang semakin lancar.
Untuk diketahui bersama, inflasi di Indonesia juga terus mengalami kenaikan. Selama ini faktor rantai pasok menjadi pemicu utama peningkatan laju inflasi.
Terakhir di bulan Juni 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi naik 4,35% secara tahunan dan menjadi laju tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Beralih ke Wall Street, indeks saham acuan saham bursa saham New York kompak berakhir di zona merah pada awal pekan.
Indeks Dow Jones melemah 0,52% sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing mengalami koreksi parah sebesar 1,15% dan 2,26%.
Fokus utama investor saat ini adalah rilis laporan keuangan emiten-emiten besar di akhir minggu ini. Para pemodal akan menyaksikan bagaimana kenaikan inflasi yang tinggi di AS berdampak pada kinerja keuangan emiten.
PepsiCo dan Delta Air Lines dijadwalkan untuk melaporkan kinerja keuangannya pada Selasa dan Rabu. JPMorgan Chase, Morgan Stanley, Wells Fargo dan Citigroup akan melaporkan pada akhir minggu.
"Dengan ketakutan resesi yang membebani pasar, investor sangat fokus pada kinerja keuangan perusahaan untuk petunjuk yang lebih besar tentang kesehatan perusahaan dan ekonomi AS yang lebih luas," kata Greg Bassuk, chief executive officer di AXS Investments sebagaimana diwartakan CNBC International.
"Lensa yang lebih tajam akan diperlukan untuk membedah laporan keuangan, karena kuartal kedua yang kuat mungkin disertai dengan pandangan yang sangat konservatif," tambahnya.
"Karena harga komoditas dan biaya produsen lainnya tetap tinggi, perusahaan akan mempertimbangkan sejauh mana kenaikan harga tersebut dapat diteruskan ke konsumen dan, juga, bagaimana menjaga pendapatan tetap kuat di tengah tantangan ekonomi, geopolitik, dan tantangan utama lainnya." Pungkas Greg Bassuk.
Di AS sinyal resesi kembali muncul. Pembalikan kurva imbal hasil atau inverted yield curve kembali terjadi pekan ini.
Secara historis, pembalikan kurva imbal hasil menjadi leading indicator bahwa ekonomi AS akan segera memasuki resesi.
Kemungkinan resesi di AS disebabkan karena laju inflasi yang sangat tinggi dan juga pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
Likuiditas yang terserap di sistem keuangan membuat investor mencemaskan bahwa output perekonomian Paman Sam akan mengalami kontraksi.
Saham Twitter juga menjadi salah satu pemberat indeks setelah terkoreksi parah 11,4% pasca Elon Musk yang menyebutkan akan membatalkan transaksi pembelian perusahaan media sosial ini.
Kinerja saham-saham Wall Street yang melemah dapat menjadi sentimen negatif untuk bursa Asia. Namun di sisi lain kabar dari China dan Hong Kong juga turut menurunkan risk appetite investor.
Pelemahan indeks saham Asia di awal pekan juga dipicu oleh tren Covid-19 yang memburuk. Subvarian baru Covid-19 BA.5 dilaporkan sudah ditemukan di Shang Hai.
Selain Shang Hai, Macau sebagai pusat perjudian di kawasan Asia juga memilih untuk tutup seiring dengan peningkatan kasus Covid-19.
Pandemi Covid-19 memang berasal dari China dan kini kembali merebak di China. Terkait Covid-19, pemerintah China punya langkah tegas dalam menangani wabah lewat kebijakan nol-Covid.
Kebijakan tersebut biasanya dibarengi dengan karantina wilayah. Selama lebih dari 2 tahun pandemi berlangsung, adanya lockdown telah memberikan pukulan ganda bagi perekonomian baik dari sisi supply dan demand.
Namun sebenarnya selain di China, kasus Covid-19 juga mengalami kenaikan secara global seiring dengan munculnya berbagai varian baru yang dinilai lebih menular.
"Badai Covid-19 bukan hanya fenomena China – kasus meningkat secara global, meskipun risiko penguncian di AS dan UE tetap sangat rendah," tulis Adam Crisafulli dari Vital Knowledge kepada CNBC International.
Di dalam negeri kasus Covid-19 juga mengalami peningkatan terutama sejak bulan lalu. Akhir Mei, kasus infeksi harian di Indonesia masih di bawah angka 500, kini sudah mencapai lebih dari 2.000.
Hanya dalam kurun waktu satu bulan kasus infeksi harian Covid-19 di Tanah Air sudah naik 6-7 kali. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan kenaikan kasus tersebut diakibatkan varian baru yang sudah masuk ke Indonesia. Varian tersebut yakni Omicron BA.4 dan BA.5.
Kasus Covid-19 di dalam negeri boleh saja mengalami kenaikan, tetapi peningkatannya tidak setajam pada gelombang kedua dan ketiga. Kebijakan pembatasan sosial juga masih longgar.
Namun yang tetap menjadi catatan adalah volatilitas yang tinggi di pasar keuangan global yang bisa menular ke Tanah Air dan memicu pelemahan harga aset domestik.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Rilis data machinery orders Jepang bulan Mei 2022 (06:50 WIB)
- Rilis data penjualan ritel Indonesia bulan Mei 2022 (11:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2022 YoY) | 5,01 % |
Inflasi (Juni 2022, YoY) | 4,35% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2022) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran Sementara (APBN 2022) | -4,65% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2022) | 0,1% PDB |
Cadangan Devisa (Juni 2022) | US$ 136,4 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA