Simak! Ini Penjelasan 5 Analis Soal Kejatuhan IHSG Hari Ini

Romys Binekasri & Teti Purwanti, CNBC Indonesia
04 July 2022 12:32
Suasana Bursa Efek Indonesia (BEI).  (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Indonesia bergejolak pada perdagangan Senin (4/7/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat nyungsep hingga 3,5% sebelum akhirnya ditutup melemah 2.53% pada perdagangan sesi I, Senin (4/7/2022).

Mayoritas saham big cap dengan bobot besar ke IHSG ambrol pagi ini, yang dipicu oleh inflasi tahunan pada Juni mencapai 4,4% atau lebih besar dari ekspektasi pelaku pasar. 

CNBC Indonesia mencoba merangkum beberapa ulasan dari analis pasar saham terkait kejatuhan IHSG hari ini. Berikut ini penjejelasan dari para analis tersebut. 

NH Korindo

Analis NH Korindo Sekuritas, Dimas Wahyu menilai kekhawatiran kenaikkan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) serta Bank Indonesia (BI) kemungkinan besar akan terjadi merespons inflasi. Apalagi BI kemungkinan akan menaikkan bunga acuan setelah melihat laju inflasi sudah mencapai 4,4%.

Apalah upaya untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok, seperti minyak goreng yang belum diimbangi dengan kenaikan daya beli juga menjadi salah satu faktor. Apalagi nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan dan mendekati level Rp 15.000/US$.

"Rupiah hampir mendekati Rp 15.000 dan pembayaran utang dan impor bisa menguras cadangan devisa. Secara teknikal sewaktu IHSG jebol di level 6.850, ada potensi penurunan lebih dalam menuju 6.500," kata Dimas kepada CNBC Indonesia, Senin (4/7/2022).

Meski begitu, dia berharap IHSG bisa ditutup di atas 6600 dengan potensi rebound 6960."Semoga dengan tadi low di 6559 sudah menjadi yang paling bawah," ungkap Dimas.

Pilarmas Investindo Sekuritas

Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan kalau IHSG masih sangat dilematis dengan masalah seperti sebelumnya yaitu inflasi, kenaikan tingkat suku bunga, resesi, perlambatan ekonomi, dan juga invasi Rusia-Ukraina.

"Semua itu membuat pasar khawatir, sebetulnya, alih-alih khawatir lebih baik menjadi kesempatan yang bagus untuk mulai membeli," ungkap Nico.

Di sisi lain, Nico memprediksi begitu The Fed tenang, sekitar Juli-Agustus, maka pasar juga akan lebih tenang.

Ekuator Swarna Sekuritas

Head of Equity Ekuator Swarna Sekuritas David Setyanto mengungkapkan, pelemahan IHSG hari ini disebabkan oleh imbas nikai tukar atau kurs Rupiah yang hampir menyentuh level Rp 15.000/US$. Saat ini, rupiah sudah berada di atas level 14.900 per dolar.

"Karena nilai tukar, kurs rupiah sekarang kan hampir Rp 15.000/US$. Itu tembus level sikologis," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (4/7/2022).

Menurutnya, saat ini pasar saham juga sedang dibayangi oleh beberapa sentimen negatif lainnya seperti lonjakan inflasi yang akan terjadi. "Kita akan hadapi gelombang inflasi," ucapnya.

Di sisi lain, lanjutnya, pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite juga menjadi sentimen negatif bagi pasar saham. Sebab, jika BBM akan naik maka akan diikuti dengan kenaikan harga pada semua barang kebutuhan masyarakat.

"Ada pembatasan Pertalite, bisa juga asumsi BBM akan naik. Dari harga bensin kam semua akan ikut juga. BBM Shell saja sudah kepala 2 yang paling mahal. Harga bensin naik harga barang-barang juga naik," sebutnya.

Mirae Asset Sekuritas

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan, sentimen negatif IHSG hari ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Sehingga muncul kecemasan pelaku pasar terhadap potensi adanya resesi kembali terhadap ekonomi. Apalagi, hubungan antara Rusia dengan Ukraina saat ini masih memanas.

"Kekhawatiran terhadap aggressive tightening monetary policy. Kekhawatiran terhadap dampak perang antara Rusia dengan Ukraina," ucapnya.

Citigroup

Survei terhadap chief financial officer (CFO) yang dilakukan CNBC International awal Juni lalu menunjukkan sebanyak 68% melihat perekonomian AS diprediksi akan mengalami resesi di semester I-2023.

Tidak hanya itu, Citigroup bahkan memprediksi perekonomian global akan mengalami resesi dalam 18 bulan ke depan, dengan probabilitas sebesar 50%. Citigroup melihat, dengan inflasi yang sangat tinggi, maka daya beli masyarakat yang merupakan motor penggerak perekonomian akan tergerus.

Alhasil, sentimen pelaku pasar pun memburuk. Apalagi dari dalam negeri sudah ada tanda-tanda pelambatan ekonomi. Ekspansi sektor manufaktur mulai melambat, bahkan nyaris mengalami kontraksi.

S&P Global mengumumkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Juni 2022 berada di 50,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Kalau masih di atas 50, maka artinya berada di zona ekspansi.

Akan tetapi, pencapaian Juni turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 50,8. Skor PMI manufaktur Indonesia memang sudah 10 bulan beruntun di atas 50, tetapi Juni menjadi yang terendah.

"PMI berada di posisi terendah selama periode ekspansi, hanya tipis di atas zona netral 50. Hanya ada sedikit perbaikan, yaitu di sektor kesehatan," ungkap laporan S&P Global.

Industri pengolahan merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha. DI kuartal I-2022 kontribusinya lebih dari 19% dari total PDB. Sehingga, ketika sektor manufaktur berkontraksi, pastinya akan berdampak ke pelambatan pertumbuhan ekonomi.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular