
Simak! Ini Penjelasan 5 Analis Soal Kejatuhan IHSG Hari Ini

Ekuator Swarna Sekuritas
Head of Equity Ekuator Swarna Sekuritas David Setyanto mengungkapkan, pelemahan IHSG hari ini disebabkan oleh imbas nikai tukar atau kurs Rupiah yang hampir menyentuh level Rp 15.000/US$. Saat ini, rupiah sudah berada di atas level 14.900 per dolar.
"Karena nilai tukar, kurs rupiah sekarang kan hampir Rp 15.000/US$. Itu tembus level sikologis," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (4/7/2022).
Menurutnya, saat ini pasar saham juga sedang dibayangi oleh beberapa sentimen negatif lainnya seperti lonjakan inflasi yang akan terjadi. "Kita akan hadapi gelombang inflasi," ucapnya.
Di sisi lain, lanjutnya, pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite juga menjadi sentimen negatif bagi pasar saham. Sebab, jika BBM akan naik maka akan diikuti dengan kenaikan harga pada semua barang kebutuhan masyarakat.
"Ada pembatasan Pertalite, bisa juga asumsi BBM akan naik. Dari harga bensin kam semua akan ikut juga. BBM Shell saja sudah kepala 2 yang paling mahal. Harga bensin naik harga barang-barang juga naik," sebutnya.
Mirae Asset Sekuritas
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan, sentimen negatif IHSG hari ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Sehingga muncul kecemasan pelaku pasar terhadap potensi adanya resesi kembali terhadap ekonomi. Apalagi, hubungan antara Rusia dengan Ukraina saat ini masih memanas.
"Kekhawatiran terhadap aggressive tightening monetary policy. Kekhawatiran terhadap dampak perang antara Rusia dengan Ukraina," ucapnya.
Citigroup
Survei terhadap chief financial officer (CFO) yang dilakukan CNBC International awal Juni lalu menunjukkan sebanyak 68% melihat perekonomian AS diprediksi akan mengalami resesi di semester I-2023.
Tidak hanya itu, Citigroup bahkan memprediksi perekonomian global akan mengalami resesi dalam 18 bulan ke depan, dengan probabilitas sebesar 50%. Citigroup melihat, dengan inflasi yang sangat tinggi, maka daya beli masyarakat yang merupakan motor penggerak perekonomian akan tergerus.
Alhasil, sentimen pelaku pasar pun memburuk. Apalagi dari dalam negeri sudah ada tanda-tanda pelambatan ekonomi. Ekspansi sektor manufaktur mulai melambat, bahkan nyaris mengalami kontraksi.
S&P Global mengumumkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Juni 2022 berada di 50,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Kalau masih di atas 50, maka artinya berada di zona ekspansi.
Akan tetapi, pencapaian Juni turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 50,8. Skor PMI manufaktur Indonesia memang sudah 10 bulan beruntun di atas 50, tetapi Juni menjadi yang terendah.
"PMI berada di posisi terendah selama periode ekspansi, hanya tipis di atas zona netral 50. Hanya ada sedikit perbaikan, yaitu di sektor kesehatan," ungkap laporan S&P Global.
Industri pengolahan merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha. DI kuartal I-2022 kontribusinya lebih dari 19% dari total PDB. Sehingga, ketika sektor manufaktur berkontraksi, pastinya akan berdampak ke pelambatan pertumbuhan ekonomi.
(hps/hps)[Gambas:Video CNBC]
