Semester I-2022, Dolar Australia Keok Lawan Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 July 2022 13:30
An Australia Dollar note is seen in this illustration photo June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah di semester I-2022, padahal bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) sudah 2 kali menaikkan suku bunga.

Melansir data Refinitiv, dalam 6 bulan pertama tahun ini dolar Australia melemah 0,64%, mengakhiri perdagangan Kamis (30/6/2022) di Rp 10.279/AU$.

Awal tahun ini, RBA sebenarnya mengesampingkan kenaikan suku bunga di 2022, dan membuka peluang kenaikan di 2023. Nyatanya, sikap tersebut berubah drastis, RBA di bawah pimpinan Gubernur Philip Lowe malah agresif menaikkan suku bunga.

Pada bulan Mei, RBA menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama sejak November 2010.

Bahkan kenaikannya lebih besar dari prediksi ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 15 basis poin.

Kemudian awal bulan lalu suku bunga kembali dinaikkan, bahkan sebesar 50 basis poin menjadi 0,85%. Suku bunga tersebut merupakan yang tertinggi sejak September 2019, atau sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda.

Kenaikan suku bunga tersebut lagi-lagi lebih tinggi dari hasil survei Reuters yang memperkirakan sebesar sebesar 25 basis poin menjadi 0,6%.

Langkah agresif yang diambil RBA menunjukkan bagaimana inflasi bisa menjadi masalah besar bagi perekonomian, sehingga harus segera diredam.

Biro Statistik Australia (ABS) pada April lalu melaporkan inflasi di kuartal I-2022 melesat 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

Head of Prices Statistic ABS, Michelle Marquardt mengatakan kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 2000. Kala itu pemerintah menaikkan pajak barang dan jasa.

Dilihat dari kuartal IV-2021, inflasi di Australia melesat 2,1%. Sementara itu inflasi inti tumbuh 3,7% (yoy) jauh lebih tinggi dari estimasi Reuters sebesar 3,4%.
Inflasi tersebut sudah jauh lebih tinggi dari target bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) sebesar 2% - 3%.

Sebaliknya Bank Indonesia (BI) masih enggan menaikkan suku bunga. BI masih mempertahankan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate di rekor terendah 3,5%.
Meski demikian, Dolar Australia masih belum mampu menguat lawan rupiah.

Tingginya harga batu bara, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan beberapa komoditas lainnya membuat neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus 25 bulan beruntun.

Alhasil, transaksi berjalan juga menjadi surplus di tahun 2021 dan kuartal I-2022 yang membuat rupiah lebih kuat. Saat transaksi berjalan surplus artinya devisa masuk ke dalam negeri.

Di kuartal II-2022, Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan masih akan surplus.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular