Ada Apa, Timah? Harga Jatuh 24% dalam Sebulan

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
30 June 2022 18:10
An employee works next to molten iron at a steel mill of Dongbei Special Steel in Dalian, Liaoning province, China July 17, 2018. REUTERS/Stringer  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.
Foto: REUTERS/Stringer

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja bulan timah terburuk sejak 2008. Kekhawatiran akan resesi dan kenaikan suku bunga menjadi pembeban laju harga timah. Ditambah dengan potensi permintaan yang hilang karena lockdown China, konsumen utama timah.

Pada Kamis (30/6/2022) pukul 17:00 WIB harga timah dunia tercatat US$ 26.275/ton, ambles 1,86% dibandingkan harga penutupan kemarin.

Sepanjang Juni 2022, harga nikel dunia merosot 24,21% secara point-to-point (ptp), jadi yang terburuk sejak Oktober 2008 yang jatuh 20,98% ptp.

Kekhawatiran mengenai pemulihan ekonomi China jadi perhatian para pelaku pasar. Penguncian (lockdown) kembali diterapkan di beberapa wilayah Shanghai.Kebijakan ini dikeluarkan seiring ditemukannya empat kasus Covid-19 baru bergejala pada Rabu (8/6/2022).

Perlu diketahui, China memegang prinsip zero Covid. Hal ini memungkinkan lockdown meskipun jumlah kasus terinfeksi terbilang sedikit.

China sendiri adalah konsumen timah terbesar di dunia. Konsumsi timah China mencapai 216.200 ton pada tahun 2020, melansir Statista. Sehingga permintaan dari Negeri Panda tersebut dapat berpengaruh terhadap harga timah dunia.

"Prospek logam dalam waktu dekat kemungkinan akan tetap tertekan. Pasar China sedang menuju ke periode pelemahan dalam beberapa minggu mendatang, di atas ancaman penguncian baru dan ekonomi yang lesu," ujar Paul Adkins dari AZ Global Consulting.

Selain itu, sentimen kenaikan suku bunga juga direspon negatif oleh pasar timah. Naiknya suku bunga dipandang investor dapat mengerem laju pertumbuhan ekonomi dunia. Hal ini dikhawatirkan akan memangkas permintaan global untuk timah.

Ketua bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserves/The Fed) Jerome Powell menyatakan tidak akan membiarkan ekonomi jatuh ke dalam "era inflasi yang lebih tinggi". Bahkan jika itu berarti menaikkan suku bunga membahayakan pertumbuhan ekonomi.

"Waktunya agak berjalan pada berapa lama Anda akan tetap berada dalam rezim inflasi rendah. Risikonya adalah karena banyaknya guncangan, Anda mulai beralih ke rezim inflasi yang lebih tinggi, dan tugas kami adalah benar-benar mencegahnya. dari terjadi dan kami akan mencegah hal itu terjadi," kata Powell pada konferensi Bank Sentral Eropa.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Melesat! Harga Timah 'Terbang' 3% Lebih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular