Harga Bensin Tembus Rp 24.000/liter, Turki Kena Hiperinflasi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 30/06/2022 13:30 WIB
Foto: REUTERS/Umit Bektas

Jakarta, CNBC Indonesia - Turki mengalami 'tsunami' inflasi dalam beberapa bulan terakhir, bahkan diprediksi akan terus meninggi. Harga energi dan pangan yang mahal, serta nilai tukar mata uang lira yang jeblok menjadi biang kerok inflasi yang sangat tinggi.

Di bulan Mei, inflasi Turki meroket 73,5% year-on-year (yoy), tertinggi dalam 23 tahun terakhir. Hasil survei Reuters yang dirilis Selasa (28/6/2022) lalu menunjukkan inflasi di bulan Juni diperkirakan tembus ke atas 78% (yoy). Jika terealisasi, maka inflasi tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak September 1998.

Tingginya harga minyak mentah dan komoditas energi lainnya menjadi salah satu penyumbang inflasi, selain juga harga pangan.


Harga minyak mentah jenis Brent hari ini diperdagangkan di kisaran US$ 116/barel, sepanjang tahun ini kenaikannya sekitar 50%. Bahkan minyak Brent pada awal Maret lalu sempat nyaris menyentuh US$ 140/barel, tertinggi sejak Juli 2008. Sepanjang tahun lalu Brent juga melesat lebih dari 50%.

Malang bagi Turki, negeri pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan ini merupakan importir minyak mentah. Impor energi di bulan April dilaporkan meroket 135% (yoy) menjadi US$ 7,75 miliar. Tingginya impor energi tersebut membuat defisit neraca perdagangan membengkak hingga 98,5% (yoy) menjadi US$ 6,11 miliar.

Selain itu, tingginya harga minyak mentah tentunya berdampak pada meroketnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang memicu hiperinflasi.

Berdasarkan data Global Petrol Price, harga bensin RON 95 di Turki saat ini sekitar Rp 24.400/liter. Harga tersebut meroket nyaris 2 kali lipat dibandingkan Desember 2021 saat harganya berada di kisaran Rp 13.300/liter.

BBM RON 95 di Indonesia setara dengan Pertamax Plus yang sudah tidak dijual lagi oleh Pertamina sejak 2016.

Selain harga energi, jebloknya nilai tukar lira semakin mengakselerasi inflasi di Turki. Sepanjang tahun ini, lira merosot lebih dari 20% melawan dolar AS dan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di dunia.

Jika melihat ke belakang, jebloknya nilai tukar lira tidak lepas dari sikap Presiden Erdogan yang tidak suka dengan suku bunga tinggi, bahkan menyenbutnya sebagai "biangnya setan".

Saat inflasi meninggi bank sentral umumnya menaikkan suku bunga untuk meredamnya. Namun, berbeda dengan bank sentral Turki (CBRT) yang justru memangkas suku bunga. Alhasil, ketika inflasi lebih tinggi dari suku bunga, nilai tukar mata uang langsung jeblok.

Beberapa bulan sebelum akhir 2021 inflasi di Turki nyaris mencapai 20%, CBRT malah terus memangkas suku bunga dari sebelumnya 19% kini menjadi 14%.

Meski inflasi sangat tinggi, tetapi CBRT masih enggan menaikkan suku bunga. Sebabnya, Presiden Erdogan yang anti dengan suku bunga tinggi.

Erdogan bahkan menyebut suku bunga tinggi merupakan "biangnya setan". Pemangkasan suku bunga yang dilakukan CBRT tahun lalu juga tak lepas dari intervensi Erdogan dengan mengganti gubernur bank sentralnya yang sebelumnya menaikkan suku bunga.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Turki Alami Hiperinflasi?


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel Bikin Harga Komoditas Naik, RI Diuntungkan?

Pages