Cerita Lengkap Garuda Lolos dari Ancaman Kebangkrutan

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
28 June 2022 10:44
Suasana Putusan PKPU Garuda Indonesia, Senin (27/6/2022). (CNBC Indonesia/Teti Purwanti)

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) akhirnya lolos dari ancaman kebangkrutan setelah mendapat restu dari para kreditur, melalui pengesahan proposal perdamaian dalam proses penundaan pembayaran kewajiban utang (PKPU) perseroan.

Perjalanan Garuda berjuang untuk dapat terbang kembali bukanlah perkara mudah. Lilitan utang yang mencekik keuangan perusahaan harus dihadapi dengan bijak. Total utang Garuda Indonesia yang tercatat dan diakui Tim Pengurus PKPU mencapai Rp 142 triliun.

Mengutip laman Kementerian Keuangan, ancaman pailit tak hanya terjadi sekali dalam perjalanan Garuda. Maskapai tersebut juga pernah lolos dari risiko kepailitan, setelah Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 21 Oktober 2021 menolak gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT. My Indo Airlines.

Sebelumnya, pada 28 Juli 2021, Garuda Indonesia juga lolos dari risiko kepailitan setelah salah satu lessor-nya, Aercap Ireland Limited yang mencabut gugatan pailit kepada Garuda di Supreme Court New South Wales. Gugatan-gugatan tersebut dihadapi oleh Garuda Indonesia sebagai akibat permasalahan keuangan yang dialami perusahaan BUMN ini.

Kondisi Keuangan Garuda Indonesia memang dalam kondisi yang sakit. Pada semester I 2021 perusahaan mencatat kerugian bersih senilai US$ 898,65 juta atau dalam rupiah mencapai Rp 12,85 triliun. Catatan kerugian tersebut bahkan naik sejak triwulan I Tahun 2021 senilai US$ 384,35 juta atau dalam rupiah sebesar Rp 5,57 triliun.

Persoalan utama gugatan-gugatan pailit berdatangan lantaran utangnya yang makin membengkak sampai dengan Rp 70 triliun. Sebagian besar utang tersebut merupakan utang yang berasal dari beban sewa pesawat (leasing) yang pada tahun-tahun sebelumnya disajikan secara tidak tepat dalam laporan keuangannya.

Utang sewa pesawat tersebut sebagian besar karena kesalahan manajemen yang dilakukan selama bertahun-tahun. Melansir pernyataan Kementerian BUMN, mis-manajemen yang terjadi antara lain berupa kesepakatan penyewaan pesawat dengan nilai yang berada di atas rata-rata pasar.

Selanjutnya, adanya penggunaan armada yang secara teknis kurang tepat untuk dioperasikan oleh Garuda ditengarai sebagai salah satu sumber inefisiensi yang terjadi. Belakangan diketahui, pengoperasian armada tersebut dengan nilai di atas pasar dilakukan melalui proses yang memiliki unsur korupsi yang dilakukan oleh manajemen sebelumnya.

Belum lagi persoalan klasik berupa pengoperasian rute-rute yang tidak menguntungkan, bahkan cenderung memberikan kerugian. Rute-rute tersebut sebagian besar merupakan rute-rute internasional yang sebenarnya merupakan salah satu strategi Garuda untuk memperluas pasar.

Pengoperasian rute-rute tersebut juga sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia. Namun dengan persaingan yang tinggi di dunia penerbangan internasional, rute-rute tersebut malah menjadi penyebab kerugian dikarenakan sepi penumpang namun biaya operasional besar.

Pada awal tahun 2020, Garuda pun ikut terpapar pandemi Covid-19 yang membuat kondisi keuangan semakin terpuruk. Pendapatan Garuda semakin menurun sebagai akibat sepinya penumpang menyusul adanya pembatasan pergerakan masyarakat baik secara domestik, maupun antar negara.

Dengan kondisi ini jelas terlihat utang garuda akan semakin bertambah setiap harinya. Mengutip penjelasan Kementerian BUMN, kerugian Garuda akan meningkat US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,43 triliun setiap bulannya.

Negosiasi ulang dengan para lessor harus dilakukan, terlebih bagi lessor yang memiliki hubungan dengan kasus-kasus korupsi. Bagi yang tidak, negosiasi ulang perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi akibat pandemi Covid-19 yang berdampak bagi dunia penerbangan di seluruh dunia.

Garuda juga mengurangi jenis armada agar bisa menjadi lebih efisien untuk pelatihan awak dan perawatan pesawat. Hal yang paling penting, tentunya melakukan penataan kembali rute-rute yang dioperasionalkan. Garuda dapat lebih berkonsentrasi pada rute-rute domestik yang terbukti memberikan keuntungan baginya.

Beragam kasus kontroversi sempat mencoreng nama Garuda sebagai maskapai dengan fasilitas unggulan. Kasus memoles laporan keuangan juga sempat dilakukan saat dibawah kemudi Direktur Utama Ari Askhara. Jajaran manajemen direksi sempat membuat gempar lewat manipulasi laporan keuangan pada 2018, dari seharusnya masih rugi menjadi untung.

Laporan keuangan Garuda dipoles menjadi untung USD 809,846 pada 2018. Padahal, perseroan masih mencatat rugi pada periode September 2018, dan dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 114,08 juta.

Pada saat itu, pucuk pimpinan Garuda pun terseret kasus penyelundupan suku cadang motor gede (moge) merek Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton di pesawat baru Airbus 330-900NEO pada 17 November 2019. Aksi penyelundupan seharga ratusan juta itu didalangi langsung oleh Ari Askhara selaku orang nomor satu di Garuda Indonesia.

Kasus korupsi ditubuh Garuda juga terbongkar belakangan ini. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, tindak pidana korupsi yang merugikan negara senilai Rp 8,8 triliun menyeret dua orang tersangka baru yang terlibat, yaitu Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2005-2014 Emirsyah Satar (ES) dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS). Sehingga, secara total sudah ada lima tersangka yang menjadi tikus berdasi di maskapai BUMN tersebut.

"Hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda Indonesia senilai Rp 8,8 triliun. Itu kerugian yang ditimbulkan oleh PT Garuda Indonesia," ujarnya dikutip Selasa (28/6).

Konglomerat Chairul Tanjung yang juga sebagai wakil komisaris utama perusahaan ikut membantu dengan menambah modal pada pada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melalui PT Trans Airways. Saat ini kepemilikan perusahaan milik pengusaha Chairul Tanjung ini di Garuda sebesar 28,26%.

Chairul Tanjung selaku CEO CT Corp menilai, penambahan modal akan dilakukan setelah proses restrukturisasi utang Garuda Indonesia rampung.

Pemerintah juga menganggarkan penyertaan modal negara (PMN) untuk penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 7,5 triliun. Meskipun demikian, belum dapat mengkonfirmasi mengenai angka yang pasti untuk pemberian PMN kepada Garuda.

Kementerian BUMN sebelumnya juga menjelaskan, bahwa Garuda Indonesia berencana untuk melakukan right issue sebagai salah satu sumber pendanaan, apabila prospek PKPU telah mencapai perdamaian dan homologasi.

Rencana rights issue tersebut ada dua tahapan, pertama rights issue dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dengan nominal Rp 7,5 triliun yang berasal dari cadangan pembiayaan investasi pembiayaan operasional dan pendanaan restrukturisasi selama tahun 2022-2023.

Alhasil porsi kepemilikan pemerintah naik dari 60,54% menjadi 65%. Kemudian, tahap kedua pendanaan dari mitra strategis sehingga kepemilikan pemerintah menjadi 51%.

Usai mendapat restu dari para kreditur, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengaku bersyukur atas tahap yang telah dilewati dan selanjutnya akan melanjutkan proses restrukturisasi. Proses restrukturisasi masih menunggu setidaknya 30 hari sambil menunggu finalisasi kreditur. Apalagi ada beberapa kreditur yang tidak terverifikasi namun teridentifikasi seperti Boeing.

"Yang jelas kami akan menjalankan keputusan pengadilan. Kedua kami akan melakukan bisnis seperti biasa, termasuk mempercepat penyediaan pesawat yang selama ini ditunggu teman-teman dan juga publik," jelas Irfan usai sidang PKPU, di PN Jakarta Pusat, Senin (27/6/2022).

Bukan cuma itu, rencana penanaman modal (berupa PMN) yang sudah disetujui DPR juga bisa segera dilanjutkan karena homologasi sudah selesai. "Dengan sudah selesainya homologasi, proses penanaman modal bisa kita lakukan dalam bentuk rights issue dan segala macam. Namun butuh proses yang harus difinalisasi untuk menjaga governance," tegas Irfan.

Oleh karena itu, Irfan menjelaskan akan segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk aksi korporasi yang akan dilakukan. Sementara untuk bisnis, Garuda tidak akan mengurangi rute dalam waktu dekat. Apalagi rute yang ada saat ini dianggap menguntungkan.

"Kami akan me-review satu demi satu sambil menunggu pasar," pungkasnya.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sidang PKPU, Begini Respons Garuda Soal Utang Jumbo Rp 120 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular