Semengerikan Apa Krisis yang Bakal Terjadi, 1998 atau 2008?

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
Kamis, 23/06/2022 07:25 WIB
Foto: Ilustrasi Resesi (Photo by MART/Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi ekonomi saat ini dan ke depan selalu digambarkan sangat mengerikan. Mulai dari ancaman krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan.

Apakah akan lebih parah dari krisis keuangan 2008 atau krisis moneter 1998?


Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, situasi ke depan sebenarnya lebih dekat dengan krisis keuangan 2008. Kala itu, krisis dipicu oleh kredit macet di sektor properti AS (subprime mortage). Krisis tersebut kemudian menumbangkan sejumlah perusahaan seperti Lehman Brothers.

Akibat dari krisis tersebut, ekonomi AS terkontraksi 0,34% pada 2008 dan 3,07% pada 2009. Pertumbuhan ekonomi global juga menurun menjadi 2,8% pada 2008 dari 5,42% pada 2007. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri melambat menjadi 4,5% pada 2009 dari 6,1% pada 2008. Pertumbuhan Indonesia pada 2009 menjadi yang tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India.

"Jadi akan merujuk ke tahun-tahun itu (2008-2009)," ungkap dalam konferensi pers, Rabu (22/6/2022)

Sementara 1997/2998 bermula dari krisis mata uang di beberapa negara Asia, seperti Thailand. Krisis itu menjalar ke Indonesia dan dengan cepat menggoyang perekonomian nasional yang fondasi ekonominya rapuh. Inflasi Indonesia melonjak hingga 77% sementara ekonomi terkontraksi 13,7% lebih.

Foto: Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri
Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri

Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas mengatakan situasi pasar keuangan kini memang bergejolak. Dipengaruhi oleh risiko stagflasi karena adanya lonjakan inflasi sementara ekonomi turun drastis.

Di samping ada beberapa negara yang akan alami kejatuhan ekonomi karena beban utang yang tinggi.

"Jadi ini memang enggak gampang solusinya," ujar Handy.

Meski demikian Handy berharap masing-masing negara tidak gegabah dalam pengambilan keputusan. Sehingga tidak menimbulkan masalah baru yang menyebabkan gejolak dan merugikan negara lainnya.

Foto: Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri
Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri

Bagaimana kesiapan Indonesia?

Andry menuturkan fundamental ekonomi Indonesia sudah jauh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Khususnya yang berasal dari neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang dipengaruhi oleh lonjakan harga komoditas internasional.

Pada Mei 2022 neraca perdagangan surplus US$ 2,9 miliar. Dengan surplus di Mei 2022 ini artinya, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 25 bulan berturut-turut. Hal ini turut mendorong cadangan devisa yang mencapai US$ 135,6 miliar.

"Indonesia masih bisa bertahan karena 2022-2023 harga komoditas masih menopang pertumbuhan Indonesia," pungkasnya.

Foto: Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri
Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri

Durian runtuh tersebut juga memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara. Sehingga defisit anggaran turun dan kebutuhan akan pembiayaan dari pasar bisa dikurangi. Ketika pasar bergejolak biaya utang akan menjadi sangat mahal.

Namun, Indonesia juga tidak sepenuhnya aman karena masih mengimpor minyak mentah dan komoditas pangan seperti gandum dalam jumlah besar. Kondisi tersebut bisa membuat Indonesia rawan terutama jika perang tidak juga usai dan harga minyak mentah terus melambung.

Foto: Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri
Mandiri Economic Outlook, dok Mandiri

Pengalaman krisis keuangan 2008-2009 menunjukkan bahwa Indonesia yang menggantungkan 56% ekonominya kepada konsumsi domestik pun tidak kebal dari goncangan global.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pentingnya Mendongkrak Pajak Menopang Kemandirian Ekonomi RI