Jurus 'Sedot-Semprot' BI Sukses Redam Inflasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (23/6/2022). Namun, saat ini sudah ada sinyal kuat dari Gubernur BI Perry Warjiyo suku bunga masih akan dipertahankan.
"Kebijakan moneter akan terus pro-stability. Dengan inflasi yang rendah, kita tidak perlu terburu-buru untuk menaikkan suku bunga," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Bank Dunia, Rabu (22/6/2022).
Indikator BI tidak mau terburu-buru adalah inflasi yang masih terkendali. Kini inflasi berada di level 3,5% dan hingga akhir tahun BI memperkirakan inflasi 4,2%.
"Inflasi kemungkinan di 4,2%. Inflasi menjadi tantangan besar tetapi kami percaya dengan kerja sama yang erat dengan pemerintah, kami bisa menjaga stabilitas harga," jelasnya.
Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia juga memperkirakan bertahan di 3,5%. Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.
Bila BI nantinya memang tetap mempertahankan BI 7-DRRR berarti suku bunga acuan sebesar 3,5% akan bertahan selama 16 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
BI sejauh ini menempuh jalan menaikkan Giro Wajib Minum (GWM) secara bertahap hingga September nant. Kebijakan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun.
Penyerapan likuiditas tersebut tentunya menjadi salah satu jalan meredam inflasi di dalam negeri. Tetapi di sisi lain, BI juga tetap menyuntikkan likuiditas melalui kebijakan burden sharing dengan pemerintah.
Seperti diketahui, dalam menangani pandemi Covid-19, BI membantu pemerintah dalam pendanaan APBN melalui skema burden sharing. BI menjadi standby buyer Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer.
Skema burden sharing ini sudah dilakukan sejak awal pandemi penyakit virus corona (Covid-19), dan akan berakhir tahun ini. BI menargetkan pembelian SBN senilai Rp 224 triliun pada 2022.
Lelang SBN yang dilakukan pemerintah belakangan ini juga kurang peminat akibat selisih imbal hasil (yield) yang semakin menyempit dengan Amerika Serikat. Kemarin misalnya, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total penawaran yang masuk dalam lelang SUN hari ini mencapai Rp 35,06 triliun. Jumlah tersebut adalah yang terendah dalam tiga lelang terakhir.
Dari jumlah penawaran yang masuk, pemerintah hanya menyerap utang sebesar Rp 18,88 triliun. Artinya, pemerintah kembali gagal memenuhi target indikatif yang ditetapkan yakni Rp 20-30 triliun. Dalam delapan lelang terakhir, pemerintah hanya sekali mampu memenuhi target indikatif lelang yang ditetapkan yakni pada 24 Mei 2022.
Pada lelang hari ini, penawaran yang datang dari investor asing mencapai Rp 3,67 triliun atau hanya 10,5% dari total penawaran. Jumlah tersebut adalah yang paling kecil dalam tiga lelang terakhir.
Artinya, BI akan menyerap lelang SBN yang kurang dari target indikatif tersebut. Secara tidak langsung, BI kembali menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Burden Sharing Tak Picu Inflasi?
(pap/pap)