
Jurus 'Sedot-Semprot' BI Sukses Redam Inflasi

Nilai tukar rupiah menjadi salah satu faktor yang bisa memicu inflasi. Jika nilai tukar rupiah merosot tajam, maka inflasi berisiko meninggi. BI sepanjang tahun ini sukses mengawal pergerakan rupiah.
Memang belakangan ini tekanan terhadap rupiah semakin membesar setelah bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5-1,75%. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar sejak 1994.
Ketua The Fed, Jerome Powell juga menyatakan di bulan depan suku bunga bisa dinaikkan lagi sebesar 50-75 basis poin. Sementara di akhir tahun, suku bunga diproyeksikan berada di 3,25% - 3,5%.
Rupiah memang tertekan akibat kenaikan suku bunga tersebut, tetapikinerjanya masih cukup bagus ketimbang mata uang Asia lainnya.
Sepanjang tahun ini pelemahan rupiah tercatat sebesar 4,3%, terbaik kedua dibandingkan mata uang utama Asia lainnya. Rupiah hanya kalah dari dolar Singapura yang melemah 3%.
Pelemahan rupiah yang tidak terlalu besar di tahun ini membuat BI memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Selain itu, melihat porsi asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang saat ini sekitar 17%, turun jauh ketimbang sebelum pandemi di kisaran 40%, capital outflow yang terjadi tentunya tidak akan sebesar tahun 2020 saat awal masa pandemi.
BI juga punya cadangan devisa yang cukup besar guna menstabilkan rupiah ketika mengalami gejolak yang berlebihan. Sehingga, selama nilai tukar rupiah stabil, diharapkan inflasi masih bisa terkendali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
