
Rupiah Kembali Ngegas Jadi Mata Uang Terbaik di Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berhasil berjaya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga di pertengahan perdagangan Selasa (21/6/2022). Bahkan, rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia hari ini.
Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan berhasil menguat 0,13% ke Rp 14.810/US$. Kemudian, rupiah meneruskan penguatannya lebih tajam 0,27% ke Rp 14.790/US$ dan bertahan hingga pukul 11:00 WIB.
Indeks dolar AS yang mengukur performa dolar AS terhadap 6 mata uang dunia lainnya, pada pukul 11:00 WIB terpantau terkoreksi cukup tajam 0,37% ke posisi 104,316. Dengan begitu, indeks dolar AS bergerak kian menjauhi rekor tertingginya selama dua dekade pada Rabu (15/6) di posisi 105,79.
Ketika banyaknya spekulasi bahwa keagresifan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menggiring ekonomi AS ke jurang resesi, Presiden Fed St Louis James Bullard justru memberikan pernyataannya kemarin bahwa dia berharap dampak dari kenaikan suku bunga acuan dengan cepat tahun ini dapat mengulang keberhasilan bank sentral tahun 1994.
Bullard telah menjadi pendukung tindakan agresif Fed untuk menjinakkan inflasi yang berjalan lebih dari tiga kali lipat dari target Fed di 2%.
Siklus pengetatan tahun 1994 membuat Fed menaikkan suku bunga menjadi 6% dalam tujuh kenaikan cepat yang mencakup kenaikan sebanyak 75 basis poin (bps) dan dua pergerakan 50 bps. Akhirnya, resesi dapat terhindari dan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut yang ingin dicapai oleh The Fed sebagai pendaratan lembut atau soft landing.
Pelemahan indeks dolar AS di pasar spot membuat mayoritas mata uang di Asia berhasil menguat terhadap si greenback.
Bahkan, Mata Uang Garuda menjadi performa terbaik di Asia karena terapresiasi di hadapan dolar AS sebanyak 0,27%, disusul oleh dolar Singapura yang menguat sebanyak 0,24%.
Sementara itu, berbeda dengan bank sentral dunia lainnya, Bank Indonesia (BI) sampai saat ini masih enggan untuk menaikkan suku bunga. BI memilih mengetatkan likuiditas di perekonomian dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM).
Pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Mei, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan tidak perlu merespons kenaikan suku bunga The Fed dengan ikut menaikkan suku bunga.
"Kalau mengukur kebijakan moneter jangan hanya mengukur suku bunga. Kebijakan moneter Bank Indonesia yakni likuiditas, kita lakukan pengurangan, kemudian nilai tukar dan yang ketiga suku bunga," kata Perry.
Dengan suku bunga ditahan di rekor terendah 3,5%, diharapkan mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama inflasi masih terjaga, BI sepertinya masih akan terus mempertahankan suku bunganya.
Apalagi, nilai tukar rupiah meski pada pekan lalu terpuruk, tetapi pelemahannya sepanjang tahun ini masih lebih baik ketimbang mata uang utama Asia lainnya.
Secara year-to-date, semua mata uang di Asia memang melemah terhadap dolar AS, tapi rupiah berhasil menduduki juara ketiga karena melemah hanya 3,8%, di mana terkoreksinya rupiah terbilang lebih sedikit ketimbang mata uang lainnya.
Rupiah hanya kalah dengan dolar Hong Kong yang terkoreksi 0,7% dan dolar Singapura yang melemah 2,9% terhadap sang greenback.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Lesu, Rupiah Nanjak Terus...