Lapor Pak Erick! Emiten BUMN Jadi Pemimpin Utang Jumbo di BEI

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Selasa, 21/06/2022 11:55 WIB
Foto: Infografis/ BUMN yang Rugi Besar/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang merupakan salah satu penggerak utama dalam dunia bisnis. Akan tetapi jika tidak bisa dikelola dengan baik menjadi modal kerja produktif yang mampu menghasilkan pengembalian positif, beban berat dalam menanggung utang dapat menjadi petaka.

Hal ini terlihat dari sejumlah perusahaan yang mulai atau telah melakukan negosiasi tertutup dengan kreditur untuk restrukturisasi utang atau dengan paksaan pengadilan untuk merampingkan kewajibannya melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebelum diputuskan pailit, apabila tidak bisa lagi melanjutkan bisnis karena utang yang membengkak.

Saat ini beberapa emiten yang mengalami tekanan likuiditas akibat beban utang yang sudah menggunung sehingga perlu dilakukan restrukturisasi termasuk Garuda Indonesia (GIAA) yang tinggal menunggu putusan PKPU, Waskita Karya (WSKT) yang telah disetujui pihak peminjam dan Sri Rejeki Isman (SRIL) yang telah disepakati bersama dalam putusan PKPU.


Perlu dicatat bahwa utang besar relatif wajar khususnya yang bergerak di industri dengan leverage tinggi. Selain itu, utang tinggi jika diikuti dengan aset lancar yang besar juga, arus kas positif serta kinerja keuangan cemerlang tidak akan menjadi ancaman nyata. Sebaliknya, utang tinggi yang tidak diikuti hal tersebut di atas akan menjadi momok besar bagi perusahaan.

Lalu bagaimana kondisi utang emiten publik Tanah Air?

Mengutip data Refinitiv, total utang seluruh emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) nilainya mencapai Rp 2.709 triliun. Komponen utang ini adalah utang jangka panjang, porsi utang jangka panjang yang segera jatuh tempo hingga pinjaman jangka pendek. Meski demikian total ekuitas gabungan tercatat masih lebih besar atau sebesar Rp 4.023 triliun.

Setidaknya terdapat 11 emiten yang memiliki utang dengan nilai fantastis atau lebih dari Rp 50 triliun, yang mana gabungan sebelas perusahaan dengan utang jumbo tersebut mencapai Rp 1.056 triliun atau mewakili 39% total utang di bursa.

Dari 11 emiten dengan utang jumbo delapan di antaranya merupakan emiten pelat merah. Komposisi utang delapan emiten BUMN berutang jumbo tersebut setara dengan 30% total utang di BEI.

Mayoritas emiten di bursa memiliki utang yang relatif kecil dengan kinerja yang juga tidak terlalu cemerlang. Tercatat 84% emiten (648 perusahaan) memiliki utang lebih kecil dari Rp 10 triliun dan kinerja laba (rugi) berada di rentang rugi kurang dari Rp 1 triliun dan laba lebih kecil dari Rp 1 triliun.

Beberapa emiten kakap dengan kinerja keuangan fantastis, memiliki utang yang relatif sangat kecil, seperti Bank Central Asia yang meski mencatatkan laba Rp 31,42 triliun hanya memiliki utang Rp 2,04 triliun saja.

Lebih fantastis lagi adalah emiten pertambangan batu bara Bayan Resources (BYAN) yang tidak memiliki utang dan mampu mencetak laba bersih hingga Rp 17,28 triliun.

Sebaliknya emiten dengan kinerja keuangan buruk tapi memiliki utang jumbo termasuk Garuda Indonesia (GIAA), Waskita Karya (WSKT), Medco Energi Internasional (MEDC), dan Sri Rejeki Isman (SRIL).


(fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: HGII Tebar Dividen Rp 4,5 M & Bidik Tambahan Pembangkit 100 MW

Pages