
The Fed Mencla-mencle, RI Gonjang-ganjing!

Bursa saham AS (Wall Street) menguat pasca pengumuman kenaikan suku bunga The Fed. Namun, sehari setelahnya kembali jeblok.
Dalam sepekan indeks S&P 500 akhirnya jeblok hingga 5,8%. Kinerja tersebut menjadi yang terburuk sejak 2020. Indeks Dow Jones dan Nasdaq masing-masing merosot 4,8% sepanjang pekan lalu.
Buruknya kinerja Wall Street terlihat dari penurunannya dalam 10 dari 11 pekan terakhir, dan sudah memasuki bear market. Ketika kiblat bursa saham dunia merosot, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terimbas sentimen negatif.
Pergerakan IHSG dalam beberapa bulan terakhir sebenarnya mampu 'melawan gravitasi'. Ketika Wall Street mulai menurun, IHSG terus menanjak bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Sebabnya, perekonomian dalam negeri yang kuat dan diuntungkan tingginya harga komoditas.
Namun, kali ini IHSG ikut terseret Wall Street. Sepanjang pekan lalu, IHSG turun lebih dari 2%, melanjutkan penurunan 1,3% minggu sebelumnya. Dalam sepekan, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 1,35 triliun di pasar reguler, nego dan tunai.
Pasar obligasi dalam negeri juga ikut tertekan. Maklum saja, kenaikan suku bunga The Fed membuat imbal hasil (yield) Treasury ikut menanjak. Alhasil, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 24,6 basis poin menjadi 7,466%.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika yield naik artinya harga sedang turun. Saat harga turun, artinya ada aksi jual yang melanda pasar obligasi.
IHSG dan SBN yang mengalami aksi jual menjadi membuat nilai tukar rupiah juga terpukul. Dalam sepekan rupiah merosot 1,86% melawan dolar AS ke Rp 14.821/US$, dan berada di level terlemah sejak Oktober 2020.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Banyak Bank Sentral "Mencla-mencle", BI Segera Kerek Suku Bunga?
(pap/pap)